Sumsel: Bawaslu Gelar Musyawarah Terbuka Sengketa Pilkada di Empat Lawang

jejakkasus.co.id, EMPAT LAWANG – Bawaslu gelar musyawarah terbuka sengketa Pilkada Empat Lawang dengan dilayangkan surat pemohon dari kubu Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) H. Budi Antoni Aljufri (HBA) dan Heny Verawati pada Selasa (1/10/ 2024).

Musyawarah terbuka ini, Bawaslu menghadirkan Kuasa Hukum Joncik Muhammad-Arifa’i untuk memberikan pernyataan dan mendengarkan jawaban termohon.

“Bawaslu Empat Lawang menepis tuduhan tidak netral proses Pilkada Empat Lawang. Padahal, Bawaslu telah bekerja sesuai aturan dan telah mengabulkan keberatan dari pihak pemohon,” jelasnya.

Ketua Bawaslu Rodi Karnain melalui Koordinator Sekretariat Aldiwan Putra Haira mengatakan, keberatan termohon diterima dengan tidak masuknya Hengki Gunawan dari Majelis Musyawarah Penyelesaian Sengketa Pilkada.

“Namun, Bawaslu tetap mengedepankan transparansi sesuai aturan dan bersikap netralitas, “ucap Aldiwan.

Sementara itu, Taufikurahman, S.H., Kuasa Hukum Joncik Muhammad meminta agar masyarakat mewaspadai narasi di sosial media yang mencoba memutar balikkan fakta.

Menurut Taufikurahman, penghianatan HBA terhadap kepercayaan masyarakat Empat Lawang, dinilai telah menyalagunakan wewenang demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

“Sehingga, beliau tidak memiliki moralitas dan integritas untuk menjadi Kepala Daera,” jelas Taufik.

”Beliau adalah mantan Koruptor sudah cacat secara moral, harusnya tidak usah mencalonkan diri kembali, sudah, sudahlah,” kata Taufikurahman didepan sejumlah awak media.

Taufikurahman bukan tanpa alasan, HBA diketahui memang pernah dihukum, karena melakukan praktek suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam perkara sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang pada beberapa tahun silam.

Dikutip dari berbagai sumber yang beredar, HBA pernah di hukum kasus suap, dan dipidana kurungan selama 4 tahun Penjara.

Sedangkan Suzana, Istri Budi Antoni juga dipidana penjara selama 2 tahun, masing-masing telah menjalani tindak pidana kurungan pada tahun 2013 silam.

Mukhlis, Johanes Priyana, Jhon Halasan Butarbutar, Sofialdi dan Anwar menyatakan, hukuman itu bahkan lebih rendah dalam ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, hukuman minimal dipenjara selama 3 tahun.

“Olehnya, Terdakwa 2 terbukti melakukan perbuatan pidana tapi bukan akumulasi dakwaan 1 dan 2, sebagai wujud kepatuhan Istri kepada Suami yang secara sosio kultural dianut di Indonesia.

“Sehingga, Majelis mempertimbangkan anak-anak Terdakwa 1 dan 2, yaitu 3 anak yang masih membutuhkan pendidikan dan kasih sayang orangtua dimana putusan pidana akan menimbulkan beban Psikologis kepada Terdakwa dan anak-anak, sehingga Majelis memutuskan untuk memberikan pidana lebih ringan kepada kedua Terdakwa,” ujar Mukhlis.

“Dalam Dakwaannya, HBA dan Istri terbukti memberikan suap uang miliaran rupiah kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar, melalui tangan kanannya Muhtar Ependy, untuk memenangkan gugatannya. Itulah alasannya HBA tidak bisa mencalonkan diri di Pilkada 2024 ini,” jelas Taufik.(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *