Sumsel: Pentingnya Peran Polwan Dalam Mengatasi Unjuk Rasa, Begini Kata Kabid Humas Polda Sumsel

Foto: Polisi Wanita (Polwan) saat menghadapi Massa Aksi Unjuk Rasa.


jejakkasus.co.id, PALEMBANG Peran Polwan sebagai negosiator dalam unjuk rasa menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998.

Pengertian unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih (Kelompok) untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

Kegiatan tersebut tentunya akan berdampak bagi lingkungan sekitar dan kegiatan tersebut pun bermacam-macam, ada yang berlangsung secara damai dan juga yang tidak. Namun, bagaimana bila suatu unjuk rasa tersebut berkembang menjadi brutal dan akhirnya dapat menimbulkan tindakan anarkis ?.

Selanjutnya, bagaimanakah cara Polri dalam menghadapi hal tersebut ?.

Terlepas dari pemahaman sebagaimana dikemukakan diatas, Polri sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang diberi tugas untuk menghadapi masalah terhadap berbagai macam bentuk kejahatan yang mengarah pada terjadinya tindakan anarkis.

Salah satunya dengan meningkatkan peran tim negosiasi dalam menjembatani kepentingan pemerintah dan pengunjuk rasa sehingga tidak terjadi tindakan anarkis.

Biasanya dalam menangani unjuk rasa, Polri melalui Dalmas selalu menjadi yang terdepan, akan tetapi kepolisian tidak hanya melibatkan polisi laki-laki namun Polisi wanita (Polwan) pun tidak jarang untuk dilibatkan sebagai Negosiator.

Negosiator dibentuk untuk memfasilitasi pengunjuk rasa agar menunjuk perwakilan apabila ada keinginan untuk menemui atau tatap muka dengan sasaran atau tokoh yang akan dituju.

Saat dimintai keterangan, Kabid Humas Polda Sumatera Selatan Kombes Pol. Supriadi, M.M., yang merujuk dari pendapat Brian Finch 1 bahwa, kata negosiasi berasal dari bahasa latin yang berarti bisnis.

“Kata ini mengandung makna, dimana pembelian atau tawar menawar merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari,” jelas Kombes Pol. Supriadi kepada jurnalis jejakkasus.co.id, Sabtu (04/11/2023).

Lanjut Kabid Humas Polda Sumsel mengatakan, sedangkan pengertian negosiasi menurut Pierre Casse adalah, 1 Proses komunikasi dua pihak, 2 Persepsi asumsi, kebutuhan, motivasi atau harapan berbeda, 3 Mencoba bersepakat demi kepentingan bersama.

“Sedangkan definisi Negosiasi menurut Robert Heron dan Carolin Vandenabeele adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi,” jelasnya.

Pemberdayaan Polwan sebagai pelaksanaan negosiasi akan terasa pengaruhnya dan keberadaan negosiator tersebut akan dapat diterima oleh massa pengunjuk rasa dan pelaksanaan dialog dimungkinkan tidak membosankan sehingga akan dicapai “win-win solution” yang merupakan keberhasilan dari negosiator.

Namun dalam hal ini, berbagai bentuk kegagalan dalam negosiasi masih saja terjadi dan menyebabkan terjadinya bentrokan antara polisi dengan demonstran.

Sebagai informasi, seorang negosiator dari tim Dalmas Polwan harus memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Sebagai Fasilitator, setiap negosiator Polri yang bertugas menanggapi dan melayani unjuk rasa di lapangan diharapkan memiliki kemampuan untuk berfikir, serta bertindak dengan cepat dan tepat, juga kemampuan untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain baik individu maupun kelompok dan kemampuan untuk mengendalikan diri guna menghadapi masalah yang dihadapi dengan baik.

2. Sebagai Komunikator, peran sebagai komunikator merupakan peran yang paling penting dari seorang negosiator. Kemampuan yang secara khusus dimiliki oleh negosiator adalah dengan memiliki aspirasi / imajinasi tinggi, konsesi / kerelaan (menjelang akhir nego).

Sedangkan kemampuan berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang negosiator adalah:

1. Karakter sebagai komunikator yang gigih, mampu mempengaruhi (membujuk) orang lain melalui komunikasi, tidak mudah menyerah pada ancaman maupun tekanan verbal, dari para pengunjuk rasa serta mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.

2. Memiliki wawasan dan pengetahuan praktis tentang psikologi yang berkaitan dengan pemahaman gambaran kondisi psikologis dari para pengunjuk rasa dan model / langkah komunikasi seperti apa yang sebaiknya diterapkan pada type pengunjuk rasa tersebut.

3. Sikap yang tegas, korek, berwibawa tetapi dapat bersikap familiar / bersahabat.

4. Mampu menampilkan peran secara luwes / fleksibel, mengembangkan sikap empati, sehingga dapat berkomunikasi dengan baik.

5. Mampu dan menguasai berbagai bahasa, khususnya bahasa Indonesia dan berbagai bahasa daerah, sehingga komunikasi dapat lebih lancar dan dapat menyelesaikannya dengan baik.

6. Menghindarkan cara-cara mengancam dan menakut-takuti dalam proses negosiasi berlangsung, terutama dalam menghadapi massa yang sedikit, tidak perlu menggunakan peralatan yang lengkap, cukup dengan tongkat saja ataupun dengan komunikasi yang baik saja sudah cukup untuk dapat menyelesaikan masalah dengan baik katanya.

Penugasan Polwan dalam penanganan unjuk rasa diharapkan dapat mencegah konflik yang destruktif dan mendorong penghentian konflik secara konstruktif.

“Keterlambatan dalam menyelesaikan konflik yang disebabkan karena penundaan waktu berpengaruh terhadap penundaan solusi, yang berarti memberikan peluang bagi pengunjuk rasa dan makin terbukanya konflik antara dua pihak disinilah peran Peran Negosiator yakni  Polwan yang handal,” ucap Alumni Akpol 91.

Misalnya, seperti yang terjadi di depan Mapolda Sumsel tepatnya pada tanggal 3 November 2023 saat menerima aksi dan penyampaian aspirasi mahasiswa.

Aksi demo dilakukan oleh koalisi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Palembang yang dipimpin Adi Syawal Diansyah dengan menuntut Kapolda turun dari jabatan karena tidak berhasil dalam penanganan Karhutlah di wilayah Sumsel.

Kombes Pol. Supriadi mengatakan dari peristiwa ini terlihat Polwan Polda Sumsel yang berada di lapangan memberikan pengayoman secara humanis untuk menenangkan mahasiswa.

Para Polwan menunjukkan sikap empati namun tetap berwibawa. Mereka tak merasa sungkan dengan menghampiri satu persatu mahasiswa yang akan menyampaikan aspirasinya di depan Kapolda.

“Terlihat bahwa Polwan Polda Sumsel melaksanakan peran dan fungsinya secara profesional, hal tersebut membuat bangga Polri khususnya Korps Polisi Wanita di seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran seorang Polwan dalam menghadapi unjuk rasa sangatlah berpengaruh.

Selain itu, kebebasan mengemukakan pendapat sudah diatur dan boleh dilakukan setiap orang akan tetapi, sikap saling menghargai dan menghormati juga perlu di lakukan.

Sebagai warga Negara yang baik, dalam mengemukakan pendapat perlu memperhatikan tata cara dan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan saat melakukan unjuk rasa agar saat pelaksanaan tidak terjadi tindakan yang tidak diinginkan dari pihak penuntut maupun aparat negara yang mengemban menjaga keamanan, agar apa yang menjadi tujuan dapat tersalurkan kepada pemerintah.

Jurnalis: Agus PS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *