Nasional: Mendag Mengaku Tak Bisa Lawan Penyimpangan Migor, Gobel : Negara Kalah

jejakkasus.co.id, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengakui tidak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan Minyak Goreng dilapangan, karena Kementerian Perdagangan ada dua Pasal, yaitu UU Nomor 7 dan Nomor 8, tetapi cangkokannya itu kurang untuk bisa mendapatkan daripada mafia-mafia dan spekulan-spekulan Minyak Goreng (Migor).

Hal itu membuat Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel buka suara terkait polemik kelangkaan dan lonjakan harga Minyak Goreng yang terjadi di Indonesia.

Menurut Gobel, kisruh Perdagangan Minyak Goreng merupakan bentuk kekalahan dan kegagalan Negara dalam melindungi rakyatnya.

Gobel mengatakan, simbol kekalahan itu bisa dilihat dari pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang mengakui tak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lapangan.

Lanjut Gobel, Mendag juga mengatakan tak bisa kontrol mafia Migor. Politikus NasDem itu lantas merangkum carut marutnya kondisi Perdagangan Minyak Goreng di Tanah Air.

Dikatakan Gobel, harga Minyak Goreng melambung sejak Desember 2021 yang berlanjut pada kelangkaan bahan kebutuhan pokok tersebut.

Pemerintah kemudian menetapkan batas atas Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk Minyak Goreng Kemasan Rp 14.000 per liter dan Minyak Goreng Curah Rp 11.500 per liter melalui Permendag Nomor 6 Tahun 2022. Pemerintah juga memberikan subsidi agar harga Minyak Goreng tetap terjangkau masyarakat.

Lanjut Gobel, namun yang terjadi justru kelangkaan Minyak Goreng. Masyarakat harus berebut untuk mendapatkan Minyak Goreng Subsidi yang dijual melalui Minimarket dan Supermarket. Masyarakat juga harus antri berjam-jam untuk mendapatkan Minyak Goreng Subsidi melalui Operasi Pasar yang dilakukan sejumlah pihak.

Akhirnya, mulai Rabu, 16 Maret 2022 pemerintah mencabut ketentuan HET dan menyerahkan harga Minyak Goreng Kemasan sesuai mekanisme Pasar. Adapun untuk Minyak Goreng Curah dikenakan HET baru sebesar Rp 14.000 per liter.

Usai pengumuman tersebut, tiba-tiba Minyak Goreng hadir berlimpah di Minimarket dan Supermarket dengan harga sekitar Rp 22.000-24.000 per liter.

Mantan Menteri Perdagangan itu mengungkapkan, bahwa Indonesia merupakan Negara penghasil CPO dan Minyak Goreng terbesar di dunia. Sehingga, seharusnya tidak ada masalah dengan produksi.

Hal yang jadi masalah, kata Gobel adalah meningkatnya permintaan dunia, sehingga harga naik. Dengan kenaikan tersebut, para pengusaha lebih memilih menjual produksinya ke Luar Negeri dengan harga lebih mahal daripada menjual ke dalam Negeri dengan harga yang diatur pemerintah.

“Ini yang menjadi penyebab kelangkaan. Jadi bukan ditimbun ibu-ibu seperti pernyataan pejabat Kemendag yang asbun itu. Terbukti, setelah batasan harga dihapus, Minyak Goreng berlimpah lagi,” ungkap Rahmat Gobel.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan secara teoritis, pemenuhan pasokan Minyak Goreng sesuai kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sudah berjalan sebagaimana mestinya. Namun, dilapangan terjadi berbagai penyimpangan akibat campur tangan dari pihak yang tidak bertanggungjawab.

“Ini spekulasi, deduksi kami Kementerian Perdagangan, ada orang-orang yang tidak sepatutnya mendapatkan hasil dari Minyak ini,” ucap Lutfi dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/03/2022).

Menurut Lutfi, apabila terjadi kelangkaan Minyak Goreng dengan harga sesuai HET, hal itu disebabkan ulah orang-orang yang mengambil keuntungan. Kejadian tersebut terjadi di Surabaya, Jakarta, dan Sumatera Utara.

Lutfi mengatakan, tiga daerah itu adalah wilayah dengan pasokan Minyak Goreng yang melimpah.

Lutfi  merincikan, Jawa Timur dengan volume Distribusi Minyak Goreng mencapai 91 juta liter, Jakarta 85 juta liter, dan Sumatera Utara 60 juta liter.

“Tiga daerah ini memiliki Industri dan Pelabuhan. Jadi, kalau ini Pelabuhannya keluar dari Pelabuhan rakyat, satu ton atau 1 juta liter, dikali Rp 7.000, Rp 8.000 ini uangnya Rp 8 sampai 9 miliar,” kata Lutfi.

Namun Lutfi mengaku, Kementerian Perdagangan tidak berdaya melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut.

“Kementerian Perdagangan ada dua Pasal, yaitu UU Nomor 7 dan Nomor 8, tetapi cangkokannya itu kurang untuk bisa mendapatkan daripada mafia-mafia dan spekulan-spekulan Minyak Goreng. Ketika pasokan Minyak Goreng berlebih, tapi kemudian merembes dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka terjadilah kelangkaan dan lonjakan harga Minyak Goreng dilapangan,” pungkasnya. (Ratu 001/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *