Lampung : Ketua Harian MOI, Pemerintah Harus Hemat Anggaran dan Menunda Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

PESAWARAN- JK. Ketua harian MOI, semestinya Pemerintah harus hemat anggaran dan menunda kenaikan iuran BPJS kesehatan di tengah krisis Covid-19.

Pemerintah telah menyiapkan anggaran fantastis untuk membiayai Program Prakerja sebesar Rp.20 triliun, diantaranya sebesar Rp. 5,6 triliun untuk membiayai pelatihan online.

Anggaran ini akan dibagikan kepada star up unicorn seperti Ruang Guru, Bukalapak, Tokopedia, Pintaria, Sekolahmu, Pintar Mahir, Kemenaker, dan MauBelajarApa sebagai penyedia aplikasi jasa pelatihan online bagi peserta Prakerja.

Dana sebesar Rp. 5,6 triliun kalau dibagikan ke seluruh peserta yang direncanakan berjumlah 5,6 juta orang, maka peserta akan mendapatkan tambahan dana stimulus sebesar Rp. 1 juta per orang, pun demikian lebih bijak jika dana tersebut dapat dialihkan untuk mengurangi beban defisit yang dialami BPJS Kesehatan.

Berdasar Perpres No.64/2020, iuran Peserta Mandiri (PBPU dan BP) Kelas II dan Kelas I BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan per 1 Juli 2020.

Dengan kompleksitasnya persoalan tersebut membuat Ketua Harian DPP Media Online Indonesia (MOI) Siruaya Utamawan, S.E angkat bicara.

Menurutnya, anggaran Prakerja yang dibagikan kepada Star up Unicorn tersebut justru membebani keuangan negara.

“Bila memang ada penyedia jasa pelatihan online gratis seperti Prakerja, kenapa kita harus memakai aplikasi yang berbayar ? ini pemborosan anggaran.” ujarnya.

“Saya berfikir sebaiknya Anggaran Biaya Prakerja 5,6 triliun tersebut dapat dialihkan ke BPJS Kesehatan, itu akan lebih bermanfaat guna membantu meringankan beban rakyat di tengah situasi wabah pandemik Covid-19. Wabil khusus Peserta Mandiri Kelas II dan Kelas I BPJS Kesehatan,”lanjut Siruaya yang juga menjabat sebagai Vice President KSPI.

Menurut data BPJS Kesehatan, Peserta Mandiri untuk Kelas II dan Kelas I per 30 April 2020 berjumlah 13,5 juta orang. Dengan perhitungan pro rata atas kenaikan berdasarkan Perpres No.64/2020 yaitu Kelas II Rp. 49.000,- dan Kelas I Rp. 70.000,- maka hitungan pro ratanya adalah sebesar Rp. 59.500.-

“Saya hitung dengan perhitungan pro rata, maka BPJS Kesehatan berpotensi meraup dana kenaikan iuran dari Peserta Mandiri Kelas II dan Kelas I sampai akhir tahun 2020 (Juli – Desember 2020) adalah hanya sebesar Rp. 4,8 triliun.

Itu artinya bila Rp.5,6 triliun Anggaran Prakerja dialihkan mengkonversi potensi penerimaan iuran Peserta Mandiri BPJS Kesehatan Kelas II dan Kelas I, maka dapat dipastikan lebih dari cukup alias surplus Rp.800 milyar.

Itupun kalau tidak ada yang turun kelas. Apabila banyak peserta yang turun kelas, maka peluang BPJS Kesehatan meraup selisih kenaikan iuran akan lebih kecil lagi,” beber Ketua DPP FSP KEP – KSPI ini.

Siruaya Utamawan meminta Pemerintah harus lebih kreatif mencari solusi penghematan anggaran di tengah situasi wabah Covid-19. Pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan yang dapat menenangkan, bukan malah menimbulkan kegusaran rakyat dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

“Pemerintah harus menghemat anggaran dan menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan, setidaknya hingga awal tahun 2021. Salah satu solusinya adalah mengalihkan Rp.5.6 triliun Anggaran Prakerja.

Itu uang rakyat yang bisa jadi diperoleh dari hutang,” tutup Ketua Harian DPP MOI ini. (ASF).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *