jejakkasus.co.id, PONTIANAK – Dua orang Tersangka Mafia Tanah IS (56) dan AB (50) yang menyebabkan korban (Syukur) mengalami kerugian sebesar Rp 2 miliar, telah dilimpahkan Polisi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar).
Pelimpaham Barang Bukti (BB) dan kedua Tersangka Mafia Tanah itu, dilakukan pihak Kepolisian pada Kamis, 3 Januari 2022 lalu.
Kedua Pelaku dilaporkan korban pada Juli 2020. Dari hasil penyelidikan, Polisi menaikan status penanganan kasus menjadi penyidikan dengan menetapkan kedua Pelaku sebagai Tersangka.
Kasi Penkum Kejati Kalbar Pantja Edy Setiawan membenarkan, jika pihaknya telah menerim pelimpahan Barang Bukti dan dua orang Tersangka kasus Mafia Tanah dari Polda Kalbar.
Pantja menerangkan, kedua Tersangka adalah IS dan Ab. Yang mana keduanya saat ini telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 2A Pontianak.
“Dari pelimpahan ini, kemudian perkara akan didaftarkan ke Pengadilan untuk disidangkan,” kata Pantja, Senin (7/2/2022) kemarin.
Pantja menjelaskan, dalam pelaksanaan sidang, nantinya yang akan menuntut adalah Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Pontianak.
Pantja menyatakan, berdasarkan berkas perkara yang dilimpahkan Polda Kalbar, IS dan AB ditetapkan Tersangka dalam kasus dugaan Mafia Tanah.
Keduanya dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Kalbar telah membentuk Tim Pemberantasan Mafia, salah satunya Mafia Tanah. Pembentukan Tim tersebut direspons dengan adanya enam perkara dugaan Mafia Tanah.
Kepala Kejati Kalbar Mashyudi mengatakan, saat ini Tim Satgas Mafia Tanah masih melakukan kajian dan memeriksa beberapa perkara yang diduga terkait Mafia Tanah.
Menurut Mashyudi, memang tidak mudah untuk mengungkap Mafia Tanah, karena waktunya sudah lama dan dilakukan secara terstruktur serta terlihat sangat rapi.
“Untuk menangani perkara dugaan Mafia Tanah perlu kecermatan dan kehati-hatian. Akan tetapi, kami tetap berusaha mengungkap dengan bukti-bukti,” kata Mashyudi.
Perkara Mafia Tanah yang dialami Syukur bermula pada 2014.
Saat itu, korban bertemu dengan AB dan IS atas perantara YN, mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektar didepan bekas Kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), tepatnya di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp 250.000 per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp 200.000 per meter.
“Saya tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertipikat, dijawab belum. Tapi mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu milik mereka dan tidak bermasalah,” kata Syukur.
Lanjut Syukur, untuk meyakinkan, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh Kepala Desa setempat dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh Kepala Desa.
Bahkan, keduanya menyanggupi dan berjanji akan mengurus Sertipikat tersebut.
Syukur menerangkan, sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus Sertipikat Tanah. Ia kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta dibuktikan dengan Kuitansi.
Syukur menerangkan, secara bertahap, sampai 2016, ia sudah memberi uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB dengan total Rp 2,19 miliar.
“Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” tutur Syukur.
Syukur mengungkapkan, masalah muncul pada Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya telah memiliki Sertipikat atas nama orang lain. Dengan menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan.
Syukur menerangkan, atas klaim orang tersebut, ia mengkonfirmasi kebenaran informasi itu kepada pihak BPN Kubu Raya.
Dimana obyek tanah tersebut saat itu telah dikuasai orang lain berdasarkan Sertipikat hak miliki bernomor 3.846 yang dikeluarkan pada tahun 1982.
“Dari situ, saya kemudian tahu, bahwa tanah tersebut bermasalah,” pungkas Syukur. (Zul/Red)