Jawa Timur: Nekat Menghirup Napas Pasien Covid-19, Akhirnya Meninggal Dunia

jejakkasus.co.id, JOMBANG – Seorang pria hirup napas pasien Covid-19 viral di media sosial, diduga pria tersebut seorang pakar terapi saraf. Belakangan beredar kabar pria berpeci yang mengenakan batik biru bernama Masudin tersebut meninggal dunia.

Dalam video yang beredar luas di media sosial terlihat sosok Masudin yang mengenakan peci, terlihat meminta pasien yang terbaring lantaran sakit Covid-19 untuk menghembuskan napasnya.

Kemudian meminta seorang rekannya menghirupnya. Tak hanya itu, ia pun juga turut menghirup udara yang dihembuskan pasien tersebut.

“Dah sembuh, minum dulu, besok bisa langsung jalan-jalan,” ucap Masudin sayup-sayup kepada pasien Covid-19 yang tengah terbaring tersebut.

Seperti dikutip dari makassar.terkini.id, dan dilansir SuaraJogja.id, seorang Influencer dan dokter yang bertugas di Makassar Bambang Budiono yang membagikan video tersebut memberikan komentarnya.

“Takabur dan kesombongan akan membawa petaka, tanpa pandang bulu, dari rakyat jelata hingga orang ternama. Para COVIDIOT adalah sahabat terbaik virus corona, karena ia akan menjadi tempat berkembang biak dan penebar virus kemana-mana, sebelum ia tertimbun tanah di Liang Kubur. Hal-hal seperti ini yang menyebabkan Negeri +62 telah meraih peringkat pertama kasus baru di Dunia, menjadi episentrum Asia, bahkan bisa menjadi episentrum Covid-19 Dunia yang akan terisolir dari seluruh Negara di Dunia. Menyedihkan,” tulisnya.

Masudin Meninggal Dunia

Selain mengunggah video menghirup napas pasien Covid-19, selanjutnya Bambang Budiono juga menjelaskan bahwa, pria dalam video tersebut yakni Masudin telah meninggal dunia.

Pakar terapi saraf telinga yang dikenal dengan panggilan Mr. Masudin yang videonya beredar itu, meninggal dunia pada Selasa, 13 Juli 2021 dini hari.

Sejak satu minggu terakhir, ahli pijat spesialis Tuna Rungu berumur 47 tahun sempat mengeluhkan sakit lambung dan demam sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir di rumahnya di Dusun Ketanen, Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Salah satu rekan Masudin, yakni Rony yang juga salah satu jurnalis mengaku sangat kehilangan. Rony mengaku terakhir bertemu dengan Masudin satu minggu yang lalu. Saat itu dia sempat melihat sang terapis ini sakit dan terbaring dirumahnya.

“Waktu itu beliau sakit, saya mau bertamu akhirnya pulang, biar istirahat dulu. Itu terakhir kali saya bertemu, setelah itu saya terima kabar duka Mr. Masudin meninggal, antara kaget dan tidak percaya,” ungkapnya, Selasa (13/7/2021).

Hal senada diungkapkan oleh salah satu pengusaha asal Kecamatan Perak, Juliono. Pria yang akrab disapa Haji Juli ini mengaku sangat kehilangan sosok Masudin, pria yang banyak memiliki kelebihan dan jiwa sosial yang tinggi.

Kata dia, sejauh ini, apa yang dikerjakan Masudin tidak lepas dari kegiatan sosial. Mulai dari membangun Masjid, Jalan dan membangun ratusan rumah orang kurang beruntung.

“Dia orangnya sangat baik, suka menolong, membangun Masjid, hasil kerjanya tidak dipakai dirinya sendiri, melainkan sebagian buat membantu orang yang membutuhkan, membangun Jalan, Bedah Rumah, banyak sekali yang dia lakukan, kami turut berduka dan sangat kehilangan,” ujarnya.

Peraih rekor terapi tercepat

Semasa hidupnya, Masudin dikenal sebagai sosok terapis yang ahli mengobati pasien Tuna Rungu, baik bawaan dari lahir maupun karena sebab lain. Namanya makin melejit saat tahun 2012 silam. Saat itu Masudin pertama kali menerima penghargaan dan memecahkan rekor MURI sebagai seorang terapi tercepat.

Selain MURI, ia juga mendapat penghargaan kategori terapi tercepat dari Centurion World Record, penghargaan kelas dunia dari Amerika Serikat.

Sejak saat itu, sejumlah pasien dari berbagai daerah bahkan dari luar Negeri mulai datang. Terapi syaraf Telinga Masudin dikenal dengan terapi kelas ‘Sultan’. Namun, tidak demikian sebenarnya. Sebab, semasa hidupnya, mendiang tidak selalu memasang tarif yang sama untuk para pasien.

Kadang pasien dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, dirinya mematok tarif yang mahal. Namun sebaliknya, tak jarang pasien yang kurang mampu malah digratiskan. Bahkan, sebagian besar penghasilanya itupun selalu dia gunakan untuk kegiatan sosial. (Ratu-001)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *