CIREBON- JK. Aksi kekerasan yang menimpa beberapa jurnalis saat meliput demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di berbagai Daerah oleh aparat Kepolisian dikecam oleh sejumlah wartawan Kota Cirebon dengan menggelar aksi Solidaritas Jurnalis Anti Kekerasan ke Mapolres Kota Cirebon (Ciko). Senin (12/10/2020).
Mereka bergerak sekitar pukul 10.00 WIB, berkonvoy dari Jalan Kartini depan Masjid At-Taqwa menuju Mapolres Ciko, Jalan Veteran Kota Cirebon.
Puluhan jurnalis dari media cetak, online dan elektronik menyuarakan menolak kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian.
Sayangnya, aksi solidaritas jurnalis ini tidak mendapat tanggapan dari pihak Polres Ciko Kota dengan tidak hadirnya Kapolresta Ciko AKBP Syamsul Huda ditengah massa aksi. Mereka hanya ditemui Kabag Humas Polresta Cirebon Kota Iptu Ngatidja.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Cirebon Faisal mengatakan, aksi ini untuk menolak dan melawan kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian saat jurnalis meliput demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di sejumlah Daerah.
“Kita ke sini untuk dihargai, ketidak hadiran Kapolres tidak apa-apa kalau mereka tidah butuh. Padahal hasil kinerja Kepolisian sampai ke masyarakat merupakan buah karya jurnalis,” tandasnya.
Lanjut Faisal, aksi jurnalis datang ke Mapolres Ciko untuk melawan kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian saat jurnaslis meliput demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di sejumlah Daerah.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Cirebon Muslimun menegaskan, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sehingga jurnalis yang bertugas wajib dilindungi, bukan malah mendapatkan kekerasan maupun intimidasi.
“Wartawan sesuai dengan UU Pers, wajib dilindungi, bukan diinjak-injak. Kami bertugas menyampaikan apa yang terjadi di lapangan, tapi kenyataannya malah diintimidasi,” tegasnya.
Muslimin menandaskan, yang hadir dalam aksi ini adalah jurnalis, tidak ada provokator apalagi ditunggangi.
“Kita tidak dibayar, kita tidak ditunggangi dan tidak terprovokasi,” tegasnya.
Aksi jurnalis ini, lanjut Muslimin, untuk menentang aksi kekerasan dari pihak Kepolisian pada saat pengamanan demonstrasi.
“Tapi yang terjadi di lapangan, kawan-kawan kita di berbagai Daerah banyak yang disakiti, dipukuli bahkan ditangkap,” ujarnya.
Padahal, tambahnya, tugas jurnalis dengan Kepolisian sama, yakni sama-sama dilindungi Undang-Undang, Polisi mengamankan, jurnaslis memberitakan.
“Bedanya kita tidak ikut tawuran, tapi kemarin Polisi ikut terlibat tawuran,” tandas Muslimin.
Seorang Orator lainnya, Fikri memberi apresiasi pihak Polres Ciko tidak ada kekerasan terhadap jurnaslis, tetapi 28 jurnaslis di seluruh Indonesia yang tersebar di Jakarta, Surabaya hingga Palu menjadi korban kekerasan aparat Kepolisian.
“Kami mengapresiasi petugas Polisi di Kota Cirebon, tetapi tidak ada jaminan kalau kita bakalan aman, apalagi kita belum ketemu dengan Kaplores Ciko,” katanya.
Diakhir Orasi Fajri menandaskan, dengan tidak hadirnya Kapolres Ciko dalam aksi jurnalis ini, dirinya menyerukan jika ada demo masyarakat, para jurnaslis bebas untuk menulis berita.
“Jangan ada intervensi dalam kerja jurnalistik,” serunya.
Sejumlah wartawan menyerukan agar memboikot berita kegiatan Polres Ciko. Seruan ini mendapat sambutan dari wartawan lainnya, sebab jurnalis bukan corong Polres Ciko.
Dalam tuntutan yang rencananya sebagai pakta integritas Polres Ciko yang akan ditandatangani Kapolres Ciko, berisi lima poin tuntutan, yakni menjamin jurnalis saat meliput, tidak mengintimidasi jurnalis saat menjalankan tugas, menghormati tugas-tugas jurnalis, membuka ruang komunikasi dalam hal keterbukaan informasi dan menjamin kemerdekaan pers.
Aksi Solidarits Jurnalis Anti Kekerasan yang diikuti puluhan wartawan dari media cetak, online dan eletronik ini membubarkan diri secara damai tanpa adanya tindakan anarkis. (Ron)