jejakkasus.co.id, CIREBON – Dua Anak Buah Kapal (ABK) asal Desa Panggangsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon diduga kerap mendapatkan siksaan saat berlayar dari sesama ABK yang berasal dari Negara lain.
Tak tahan mendapat penyiksaan tersebut, dua ABK pun memutuskan kabur.
“Ketika ABK minta pindah Kapal, pihak Agen membohongi, hingga ABK tersebut memutuskan untuk kabur. Namun, perusahaan penyalur meminta ganti rugi sebesar Rp 100 juta ke setiap keluarga ABK,” ungkap perwakilan keluarga dua ABK, Tarnadi, Kamis (16/6/2022).
Dikatakan Tarnadi, saat ini pihak keluarga memutuskan untuk menggandeng Pengacara dan menggugat balik pihak PT GNM Shiping Marindo Cabang Cirebon yang berada di Desa Panggangsari, Kecamatan Losari.
Pasalnya, setelah beberapa upaya jalur kekeluargaan ditempuh, namun pihak perusahaan tetap menggunakan jasa Pengacara untuk meminta pembayaran denda sebesar Rp 100 juta tanpa bisa ditawar.
“Kita menuntut jaminan kedua ABK berupa dokumen Ijazah, Akte Lahir, Sertifikat Rumah asli, serta uang jaminan sebesar Rp 80 juta dan Rp 50 juta saat akan diterbangkan untuk dikembalikan,” tegas Tarnadi.
Menurut Tarnadi, langkah tersebut dilakukan karena PT GNM Shiping Marindo terkesan memanfaatkan keadaan.
Dijelaskan Tarnadi, kedua ABK yakni Ade Aminudin dan Warsani, awalnya diberangkatkan perusahaan menjadi ABK di Negara Korea. Ade Aminudin yang bekerja selama 5 bulan merasakan sangat berat dengan pekerjaan yang dilakukannya disana hingga minta ganti Kapal ke Agen.
“Awalnya disanggupi pihak Agen, namun dikembalikan ke Kapal semula dengan alasan majikannya hanya punya satu Kapal, hingga akhirnya Ade Aminudin memilih hengkang,” jelas Tarnadi.
Hal serupa juga dialami Warsani, selama bekerja di Kapal tersebut selalu menjadi bahan siksaan teman ABK bukan asal Indonesia, merasa tersiksa, maka melapor ke Agen dan diistirahatkan di Mess Agen yang dijanjikan akan pindah Kapal.
Tetapi, setelah 3 hari diberangkatkan lagi, dan ternyata masih Kapal yang sama dan bertemu lagi dengan ABK yang suka menyiksanya, hingga dirinya memilih kabur.
“Keduanya meminta secara baik-baik kepada Agen, tetapi pihak Agen membohongi, daripada mereka terjadi kenapa-kenapa, maka memilih kabur,” ujar Tarnadi.
Atas kejadian tersebut, menurut Tarnadi, pihak keluarga menyadari karena dari awal mau berangkat menitipkan jaminan dokumen asli berupa ijazah, akte lahir, dan sertifikat rumah serta uang jaminan untuk Warsani sebesar Rp 80 juta dan Ade Aminudin sebesar Rp50 juta.
Tarnadi mengatakan, ketika kerabatnya kabur, pihak keluarga didatangi pihak PT GNM Shiping Marindo, dan meminta denda kerugian masing-masing sebesar Rp 100 juta ditambah uang jaminan hilang.
“Awalnya, pihak keluarga menyadari, karena kejadian keluarganya menjadi ABK terpaksa kabur hingga uang jaminan harus direlakan hilang, dan untuk membayar denda, pihak keluarga meminta keringanan hanya mampu sebesar Rp 30 juta perorang. Tetapi, pihak PT GNM Shiping Marindo malah meminta jasa Pengacara menagih denda sebesar Rp 100 juta,” keluh Tarnadi.
Menurut Tarnadi, jika ada Pekerja Migran Indonesia (PMI) termasuk juga ABK, bila meninggalkan atau tidak melanjutkan kerja sesuai kontrak, maka akan dikenakan denda sekitar Rp 20 juta.
“ Perusahaan penyalur diduga memanfaatkan keadaan, karena memaksakan uang jaminan hilang semua ditambah denda Rp100 juta dan yang menagih pihak pengacara, sehingga tidak ada lagi kompromi dan tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya.
Atas kejadian ini, pihaknya pun meminta bantuan Pengacara, yakni Gunadi Rasta & Partner untuk menuntut balik PT GNM Shiping Marindo agar mengembalikan seluruh jaminan ABK yang ada di perusahaan.
“Kalau pihak perusahaan merasa dirugikan, boleh dipotong Rp 20 juta sebagai ganti pemotongan pihak Agen,” terang Tarnadi.
Terpisah, Direktur PT GNM Shiping Marindo M. Soleh saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa persoalan ABK dengan PT GNM Shiping Marindo telah diserahkan ke Pengacara-nya, karena dirinya banyak pekerjaan lain yang harus dikerjakan.
“Masalah ini, saya sudah serahkan kepada Pengacara, karena saya ada tugas lain,” kata M Soleh singkat.
Sementara itu, perwakilan PT GNM Shiping Marindo Abdul Baiz menjelaskan, proses penyelesaian permasalahan antara ABK dengan PT GNM Shiping Marindo sudah ditempuh berbagai upaya.
Bahkan, sampai berbulan-bulan tak kunjung selesai, hingga akhirnya beberapa hari lalu sudah dilakukan musyawarah antara Pemerintah Desa Panggangsari dengan PT GNM Shiping Marindo untuk menyelesaikan masalah ini, dan sudah ada kesepakatan yang telah dituangkan dalam berita acara.
“Kami berharap, permasalahan ini cepat selesai. Kalau soal denda ABK yang tidak sesuai kontrak, aturannya memang tiap perusahaan penyalur punya AD/ART masing-masing,” pungkas Abdul Baiz. (H. Indang/Red)