Jawa Barat: IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Kabupaten Cirebon Rawan Tinggi Peringkat Empat se-Jabar

jejakkasus.co.id, CIREBON – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Cirebon menggelar laporan kelembagaan ke publik bertempat di Sekretariat Bawaslu Komplek Grand Duta Kemantren Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Senin (26/12/2022).

Ketua Bawaslu Kabupaten Cirebon Abdul Khoir, S.H.I., M.H., memimpin konferensi pers tersebut didampingi Nunu Sobari, S.H., M.H., Sadaruddin Parapat, S.Pd., Minkhatul Maulia, SS., dan diikuti para awak media.

Ketua Bawaslu Abdul Khoir mengatakan, secara periodik pada setiap penghujung akhir tahun, sejak tahun 2018 Bawaslu menggelar laporan kelembagaan ke publik.

“Komitmen ini sebagai bentuk penerjemahan faktual Bawaslu Kabupaten Cirebon terhadap prinsip akuntabilitas dan aksesibilitas informasi,” tegas Abdul Khoir.

Abdul Khoir mengungkapkan, bahwa Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024,
Kabupaten Cirebon peringkat empat rawan tinggi se-Jawa Barat (Jabar).

“Untuk itu, profesionalitas penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi Jantung dari kesuksesan penyelenggaraan Pemilihan Umum,” kata Khoir.

Abdul Khoir menyampaikan, berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 menegaskan, jika aspek profesionalisme ini tidak dijaga dan dikuatkan, berpeluang besar memberikan pengaruh terhadap lahirnya kerawanan di Pemilihan Umum.

“Hal ini terekam dari hasil IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang dipublikasikan Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 16 Desember 2024, bahwa kerawanan Pemilu adalah segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses Pemilu yang demokratis,” jelas Abdul Khoir.

Abdul Khoir menjelaskan, Indeks Kerawanan Pemilu bertujuan untuk memetakan potensi kerawanan, melakukan proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran Pemilu dan pemilihan, dan menjadi basis untuk program pencegahan dan pengawasan tahapan Pemilu dan pemilihan.

Abdul Khoir juga menyebut, ada empat dimensi IKP, di antaranya konteks sosial dan politik, penyelenggaraan Pemilu, Kontestasi dan Partisipasi.

“Dimensi penyelenggaraan Pemilu ini lebih tinggi kontribusinya terhadap potensi lahirnya kerawanan Pemilu dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik,” kata Abdul Khoir.

Pada kesempatan yang sama, menurut Nunu Sobari, bahwa kontribusi dimensi penyelenggaraan Pemilu yang lebih besar peluangnya melahirkan kerawanan di Pemilu ini, tidak saja terlihat di IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di Tingkat Provinsi, namun juga terekam di Tingkat Kabupaten/Kota,” ungkap Nunu Sobari.

“Di Tingkat Provinsi, Jawa Barat menjadi peringkat keempat Provinsi dengan tingkat IKP rawan tinggi di Indonesia, setelah DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. Di Tingkat Provinsi, dimensi penyelenggaraan Pemilu tercatat menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi kerawanan Pemilu,” jelas Nunu Sobari.

Nunu Sobari mengatakan, Bawaslu Kabupaten Cirebon termasuk ke dalam Kabupaten yang peringkat IKP-nya tinggi. Hal ini dapat dilihat, bahwa Kabupaten Cirebon menjadi peringkat ke-24 dari 514 Kabupaten/Kota se-Indonesia, dan peringkat keempat se-Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, dan Kecamatan Tasikmalaya dengan kerawanan Pemilu tertinggi di Jawa Barat.

Lanjut Nunu Sobari, Kabupaten Cirebon termasuk kategori rawan tinggi dengan skor 64,79. Ada empat belas (14) indikator yang dapat dipenuhi oleh Kabupaten Cirebon dalam indeks kerawanan Pemilu.

“Indikator tertinggi adalah, pertama adanya laporan tentang Politik Uang yang dilakukan oleh Peserta/Tim Sukses/Tim Kampanye Pemilu, kedua adanya pemilih memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap, dan ketiga adanya rekomendasi Bawaslu terkait dengan perubahan suara pada proses rekapitulasi suara,” papar Nunu Sobari.

“Indeks Kerawanan Pemilu dibuat oleh setiap Bawaslu Kabupaten/Kota seluruh Indonesia sejak 25 Agustus 2022 sampai 10 Desember 2022, berharap dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai bentuk pencegahan, dan berguna juga untuk Partai Politik dan Stakeholder terkait. IKP terus mengalami pembaharuan sejak tahun 2017 hingga kini, selama proses penyusunan IKP Bawaslu dapat menjalankan fungsi pencegahan dengan baik,” harap Nunu Sobari.

Sementara itu, Sadaruddin menyebut, Puslitbangdiklat Bawaslu menyampaikan IKP kepada pengawas Pemilu dan Stakeholder terkait agar dapat melakukan pemetaan di seluruh pelosok Indonesia.

“IKP merupakan parameter sehat tidaknya pengawasan Pemilu di Indonesia. Ajang Demokrasi yang dengan persaingan yang tinggi akan tetapi dalam suasana gembira dalam bingkai keadilan pemilu yang kita harapkan,” tutur Sadaruddin.

Menurut Sadaruddin, terkait isu strategis, merujuk hasil temuan dan riset dari hasil IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 ini, Badan Pengawas Pemilu mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama oleh penyelenggara Pemilu sebagai upaya membawa proses pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 yang lebih terbuka, jujur, dan adil.

“Netralitas penyelenggara Pemilu harus dijaga, dirawat, dan dikuatkan untuk meningkatkan kepercayaan publik sekaligus merawat harapan publik akan proses Pemilihan Umum yang lebih kredibel dan akuntabel,” kata Sadaruddin.

Sadaruddin mengungkapkan, polemik proses verifikasi faktual Partai Politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara Pemilu, menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara Pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara Pemilu.

“Potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga kondusifitas dan stabilitas selama tahapan Pemilihan Umum berjalan,” ujar Sadaruddin.

Di akhir, Minkhatul Maulia menuturkan, bahwa intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat, tentu membutuhkan langkah-langkah mitigasi secara khusus untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi dari dinamika politik di dunia digital.

“Untuk itu, pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga Negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan,” pungkasnya. (Om JK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *