INDRAMAYU- JK. DR.H.Dudung Indra Ariska sekaligus Lawyer (AKSI), angkat bicara kepada awak media Jejak Kasus. Menurut Dr.H.Dudung Indra Ariska, di konfirmasi oleh Awak media bertempat di Universitas Wiralodra terkait tuntutan pendemo saat Unjuk Rasa yang dilakukan setiap hari Jumat.
Menilai tuntutan pendemo saat Unras yang dilakukan setiap hari Jumat, termasuk hari Jumat ini (3/7/2020) yang bertempat di Desa Tersana, Kecamatan Sukaguniwang, Kabupaten Indramayu, masih belum bergeser dari konsep awal, masih seputar pada isu bahwa, Kusaeri selaku Kuwu/Kepala Desa Tersana telah menjual, menggadaikan tanah Pengangonan, Bengkok dan Tanah Titisara yang merupakan Aset Desa Tersana dengan mengesampingkan Asas Prasumption of innocent (asas praduga tidak bersalah), ungkapnya.
Lanjut ucap Dr.H.Dudung lndra Ariska, menilai tuntutan pihak Unras yang meminta saudara Kusaeri mundur dari Jabatan Kuwu Tersana melenceng dan tendensius sebagai alat penekan kepada saudara Kusaeri agar untuk memenuhi tuntutan saudara Gatul dan kawan kawan, ucapnya.
Di jelaskan Dudung, bahwa pokok permasalahan awalnya karena konflik tumpang tindih garapan tanah eks Pengangonan dan Tanah Titisara di Desa Tersana, Kecamatan Sukagumiwang.
Ada transaksi pinjam meminjam uang secara pribadi antara Kusaeri sebelum menjabat sebagai Kuwu Tersana dengan Gatul, mantan Lurah Desa/Kecamatan Tukdana yang nominal menurut keterangan kedua belah pihak berbeda.
Menurut Kusaeri dia hanya dipinjami tidak lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah), itu pun di terimanya tidak sekaligus, bertahap yang uangnya dipergunakan untuk biaya pencalonan Kuwu tahun 2017.
Sedangkan menurut Gatul, hutang Kuwu/Kepala Desa Kusaeri mencapai Rp.1,3 milyar. Hutang piutang tersebut tidak didasari dengan perjanjian tertulis, bahkan tidak ada selembar kertaspun yang mendeskripsikan adanya hutang piutang tersebut yang di tanda tangani kedua belah pihak, jelasnya.
Lebih lanjut Dudung menjelaskan, setelah Kusaeri di lantik sebagai Kuwu/Kepala Desa Tersana, konon Kuwu/Kepala Desa mengeluarkan semacam Surat Kuasa kepada sdr. Gatul dan kawan kawan, untuk.menggarap tanah eks Pengangonan dan tanah Titisara dan telah di garap 3 kali musim tanam seluas 31 bau.
Dari perspektif hukum, apa yang dilakukan Kuwu/Kepala Desa Tersana dan sdr. Gatul sudah menyalahi dan melanggar hukum. Karena untuk bisa menggarap tanah Aset Desa baik tanah Bengkok, Titisara, Rawa dan Tanah eks Pengangonan, penggarap harus memiliki Surat Ijin Menggarap (SIM) yang diterbitkan Camat setempat atas nama Bupati.
Untuk mendekatkan SIM, harus didahului dengan proses lelang sewa garap tanah Aset Desa tersebut, yang hanya bisa dilaksanakan setiap setahun sekali dan uang hasil lelang tersebut menjadi PAD yang masuk ke KAS Desa pada setiap tahun anggaran berjalan.
Prosedur dan mekanisme lelang sewa aset tanah tersebut, diatur secara tegas dalam Peraturan Bupati Indramayu Nomor 29.3 tahun 2018 tentang tata cara pengelolaan tanah Bengkok dan tanah Titisara dan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 12 tahun 2017 tentang pengelolaan tanah Rawa dan tanah eks Pengangonan.
Kalau persoalan ini dengan pendekatan hukum, uang hasil sewa garap tanah aset Desa Tersana selama 3 kali musim tanam, itu harus di serahkan ke KAS Desa Tersana karena cara memperoleh garapan tanah aset tersebut tidak berdasarkan hasil lelang, tetapi hanya didasarkan atas surat yang dikeluarkan Kuwu/Kepala Desa Tersana secara ilegal untuk membayar hutang piutang secara pribadi.
Ada uang negara yang dirugikan itu dan itu harus dikembalikan ke negara dan peristiwa hukum seperti ini sudah memenuhi unsur-unsur Tipikor, tuturnya.
Lanjut, ketika ditanya siapa yang berhak menggarap atas tanah Aset Desa tersebut, secara tegas Dudung menegaskan bahwa, yang berhak menggarap tanah aset Desa Tersana musim tanam 2020/2021 adalah Hasan Basri Harahap, karena yang bersangkutan memiliki SIM atas tanah aset tersebut berdasarkan lelang yang diselenggarakan Pemdes Tersana.
Dan hutang piutang antara saudara Kusaeri secara pribadi dengan Saudara Gatul dan kawan kawan, merupakan persoalan lain, yakni soal hutang piutang yang penyelesaiannya tidak boleh merambah ke garapan tanah aset Desa Tersana.
Dengan kata lain, penyelesaian hutang piutang antara Kusaeri dan Gatul sesuatu yang harus dipisahkan dengan sewa garapan tanah eks Pengangonan dan tanah Titisara, bisa diselesaikan dengan musyawarah. Pungkasnya. (Ron)