MUSI RAWAS- JK. Berawal pemberitaan di media Jejak Kasus, media Putra Bhayangkara dan Liputan Hukum, yang berjudul “Kepala Desa Suka Jaya Masuk FOMS Bayar 2 Juta pertahun Gunakan Dana Desa (DD)”, tanggal 13 Mei 2020 lalu.
Kemudian wartawan dari ketiga media tersebut mendapat telephone dari Wakil Ketua FKMS yang bernama Anas dan mengatakan kalau FOMS tersebut adalah FKMS yang sekarang ini, dan kami tidak pernah meminta uang seperti yang diberitakan oleh media Nasional Jejak Kasus itu.
Pada hari berikutnya Wakil Ketua FKMS Anas minta media untuk naikkan berita sanggahan atau klarifikasi, akhirnya pada tanggal 20 Mei 2020 naiklah berita sanggahan permintaan Wakil Ketua FKMS Anas tersebut di media Nasional Jejak Kasus yang berjudul “FKMS Bantah Keras Tudingan Setor 2 Juta Untuk Masuk Forum”.
Kendatipun bukan nara sumber (Kepala Desa Jumali-red) yang melakukan sanggahan atau klarifikasi, media Nasional Jejak Kasus mencoba memenuhi permintaan Wakil Ketua FKMS Anas untuk menaikan berita sanggahan atau klarifikasi tersebut.
Ironi, semestinya yang melakukan sanggahan atau klarifikasi tersebut Kepala Desa Suka Jaya Jumali, bukan FKMS.
Isi pemberitaan tersebut hasil wawancara langsung dengan nara sumber terkait membayar 2 juta bila masuk anggota FOMS yang di Klaim FKMS dan semua adalah pembicaraan Kepala Desa Jumali, rekaman wawancaranya ada dan sudah di serahkan kepada Tim Advokasi Jejak Kasus.
“Seharusnya FOMS yang diklaim FKMS tersebut langsung mempertanyakan dan menuntut Kepala Desa Jumali atas keterangan yang diberikan kepada media bahwa dirinya masuk FOMS harus bayar 2 juta dengan menggunakan Dana Desa, bukan malah mem Polisikan ketiga media yang memberitakannya, “ujar ketiga wartawan secara bersamaan.
Selasa 14 Juli 2020 sekira pukul 17:30 Wib, kediaman wartawan Jejak Kasus dan Media Putra Bhayangkara didatangi saudara Hamdan (yang mengaku anggota FKMS-red) mengatakan, dia dititipi oleh anggota Polres untuk mengantarkan surat panggilan dari Polres perihal Permintaan Klarifikasi dan Keterangan ini.
Surat Panggilan Polisi tersebut tertanggal 14 Juli 2020, bernomor: B/414/VII/ 2020/Reskrim, Klasifikasi: Biasa, Lampiran: – dengan Prihal: Permintaan Klarifikasi dan Keterangan.
Terjadinya Surat Panggilan ini berdasarkan:
1: a) Laporan Polisi nomor: LP/B – 44/V/2020/Sumsel/Res Mura, tanggal 19 Mei 2020, tentang tindak pidana Pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 K.U.H.Pidana.
b). Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP-LIDIK/222/V/2020/Reskrim, tanggal 19 Mei 2020.
2: Sehubungan dengan rujukan tersebut diatas maka wartawan Jejak Kasus dimintai klarifikasi sehubungan dengan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap FORUM MUSI RAWAS SEMPURNA dan menemui IPDA IMAM DIPSA MAULANA, S. Tr.K atau BRIPDA GILBERT JULIAN HUTAHAEAN, di Unit Pidsus Sat.Reskrim Polres Musi Rawas pada hari/tanggal: Kamis/16 Juli 2020, pukul: 09.00 Wib bertempat: ruang Unit Pidsus SatReskrim Polres Musi Rawas Jln.Lintas Sumatera Km 12,5 Muara Beliti.
Surat pemanggilan ini di tandatangani langsung oleh Kasat Reskrim Polres AKP RIVOW LAPU, S.E., S.I..K., M.H.
Sekira pukul 10.00 Wib wartawan Jejak Kasus, Media Putra Bhayangkara dan Liputan Hukum, menemui penyidik di ruangan Unit Pidsus Polres Mura dan menghadap BRIPDA GILBERT JULIAN HUTAHAEAN.
Sekitar satu (1) jam saya di mintai keterangan oleh penyidik dengan sebelas pertanyaan yang disampaikan oleh penyidik. Semua pertanyaan menyangkut pemberitaan di media Nasional Jejak Kasus tanggal 13 Mei 2020 lalu, antara lain pertanyaannya:
1: Apakah benar saudara yang membuat berita itu,
2: Dimana saudara mewawancarai Kepala Desa.
3: Orang berapa saudara datang ketika wawancara.
Dan masih ada pertanyaan yang lain lagi tapi saya lupa.
Pada prinsipnya wartawan atau Jurnalis bekerja sesuai dengan UU Pokok Pers No 40 tahun 1999, tentang rambu-rambu tugas bagi semua Insan Jurnalis, demikian ucap wartawan Jejak Kasus dan Media Putra Bhayangkara.
Arif Nurrahman, wartawan Online dari Media Liputan Hukum, mengatakan kepada Jejak Kasus, saya sampai saat ini tidak menerima Surat Pemanggilan untuk saya terkait pemberitaan tersebut, namun karena kami kerja dalam satu TIM, saya berinisiatif langsung ikut mendampingi saudara Habibullah ke Polres terkait adanya pemanggilan.
Ketika saya sudah di perjalanan menuju Polres saya mendapat telephone dari anggota FKMS yang bernama Hamdan dan mengatakan bahwa, “ada surat panggilan untuk Arif Nurrahman yang dititipkan pihak Polres kepada saya. Saya tidak antar karena saya tidak tahu rumah Arif, ” ujar Hamdan.
Namun surat tersebut sampai sekarang hingga sudah diminta keterangan oleh pihak Kepolisian, surat panggilan tersebut tidak juga saya terima, jelas Arif Nurrahman.
Lebih lanjut, Arif panggilan sehari-harinya menyampaikan, saya diberi beberapa pertanyaan oleh pak Yogi, nama lengkapnya saya kurang hafal, karena saya tidak menerima surat pemanggilan, pertanyaannya mengenai pemberitaan di media online Liputan Hukum tentang Kepala Desa Jumali yang mengatakan masuk FOMS bayar dua juta menggunakan Dana Desa (DD).
Yang saya pertanyakan, “saya memberitakan Kepala Desa Jumali kenapa FKMS yang mem Polisikan media saya. Seharusnya Kepala Desa Jumali lah yang menyanggah atau minta klarifikasi dan atau memperkarakan media saya, karena apa yang saya tulis itu adalah hasil dari pertemuan kami dengan Kades Jumali, yang ada direkaman itu semua perkataan Jumali, semua ada rekamannya saat kami mewawancarainya”. Tegas Arif.
“Sungguh diluar perkiraan saya, kok FKMS buat laporan Kepolisian ya”. Arif merasa heran.
Lanjutnya, saat berita terbit di Liputan Hukum tanggal 12 Mei 2020, malam harinya sekira pukul 22.00 Wib, ada Pak Anas (via telepon Whatshapp) yang mengatasnamakan FKMS minta klarifikasi.
Besoknya tanggal 13 Mei 2020 media Liputan Hukum membuat klarifikasi untuk FKMS yang tulisan dan isi sanggahan berasal dari FKMS itu sendiri.
Ini maksudnya bagaimana ?. Kata Arif Nurrahman.
Saat ditanya Polisi, berapa orang ketika wawancara dengan Kades Jumali ?
Arif menjelaskan, ketika itu hari senin 11 Mei 2020 kami mengunjungi Kepala Desa Suka Jaya Jumali, kami berempat, tiga masuk ikut wawancara dan yang satunya di luar, tidak ikut wawancara, jelas Arif.
Arif juga menambahkan, “saya berharap kepada semua pihak, untuk kerja secara profesional, wartawan atau jurnalis bekerja dengan acuan UUD Pokok Pers No 40 tahun 1999”.
Hendaknya semua pihak menjunjung tinggi Kebebasan Pers, berita yang di buat tersebut bukan hoax, tapi berdasarkan hasil Investigasi dilapangan dan dilengkapi dengan data yang akurat, baik itu Photo dokumentasi maupun rekaman saat wawancara semua ada dan saat kami datang pun sudah memperkenalkan diri. Pungkas Arif. (TIM)