jejakkasus.co.id, JAKARTA – Pemerintah telah menerapkan kebijakan dan beberapa kali perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Pulau Jawa-Bali. Perpanjangan PPKM Level 4 terakhir telah dilaksanakan sejak 10 Agustus 2021, dan berakhir pada hari ini, Senin (16/8/2021).
Akankah diperpanjang lagi?
Pemerintah memang belum memberikan pemberitahuan resmi terkait perpanjangan PPKM Level 4 di Jawa-Bali.
Sebelumnya, PPKM Level 4 telah diperpanjang beberapa kali, yaitu pada 21-25 Juli 2021, 26 Juli-2 Agustus 2021, 3-9 Agustus 2021, dan terakhir 10-16 Agustus 2021. Lantas, akankah pemerintah kembali memperpanjang PPKM Level 4 di Jawa-Bali?
Memang berdasarkan evaluasi yang telah disampaikan, terlihat penurunan kasus Covid-19 di wilayah PPKM, seperti:
BOR (Bed Occupancy Rate) Rumah Sakit Turun
Presiden Joko Widodo mengatakan, tingkat keterisian tempat tidur atau BOR Rumah Sakit di Jawa-Bali mengalami penurunan.
“Alhamdulillah, BOR di Jakarta sudah berada di kisaran 29,4 persen. Sementara di Jawa Barat 32 persen, dan Jawa Tengah 38,3 persen,” kata Jokowi dalam keterangannya di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (15/8/2021) dikutip dari Kompas TV.
Kemudian, disusul BOR di Jawa Timur tercatat 52,3 persen, Banten 33,4 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 54,7 persen.
“Juga BOR di Wisma Atlet yang sudah turun di angka 19,64 persen. Secara Nasional, BOR Nasional kita berada di angka 48,14 persen,” ujarnya.
Jokowi meminta laju vaksinasi Covid-19 harian terus dipecepat. Sebab, secara Nasional, laju vaksinasi harian saat ini telah berhasil mencapai 1,6 juta suntikan dalam satu hari pada puncaknya.
Sementara, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebutkan, kasus aktif Covid-19 di beberapa Provinsi di Jawa-Bali juga mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan, DKI Jakarta berhasil menurunkan kasus aktif Covid-19 hingga 90,18 persen dalam kurun waktu tiga pekan terakhir.
Sebelumnya, kasus aktif di DKI Jakarta meningkat 10 kali lipat hingga mencapai puncaknya pada 16 Juli 2021.
“Saat ini sudah bisa turun dalam kurun waktu tiga minggu. Ini yang luar biasa, turun 90 persen dari puncak, luar biasa sekali DKI Jakarta turunnya 90,18 persen per tanggal 11 Agustus,” kata Dewi dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (12/8/2021).
Kemudian, Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan kasus aktif hingga 38,50 persen. Sebelumnya, mengalami kenaikan kasus sembilan kali lipat. Jawa Barat menunjukkan penurunan kasus aktif hingga 42,91 persen dalam kurun waktu dua pekan. Banten juga menunjukkan penurunan kasus aktif hingga 67,93 persen dalam kurun waktu dua pekan. Sebelumnya, terjadi kenaikan kasus aktif hampir 20 kali lipat.
Lalu, Jawa Timur mengalami penurunan kasus aktif hingga 44,80 persen. Sebelumnya, mengalami kenaikan kasus 20 kali lipat dengan puncak kasus aktif pada 29 Juli 2021, dan disusul Bali dengan penurunan kasus aktif hingga 7,04 persen dalam kurun waktu enam hari terakhir.
Dewi menambahkan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga mengalami penurunan kasus aktif hingga 20,79 persen dalam kurun waktu enam hari.
Angka Kematian Tinggi
Meskipun jumlah kasus aktif dan angka keterisian RS mengalami penurunan, namun kasus kematian akibat Covid-19 justru masih cukup tinggi.
Satgas penanganan Covid-19 melaporkan, dalam 30 hari terakhir penambahan kasus kematian harian di atas 1.000 kasus per hari. Terhitung sejak 16 Juli sampai 14 Agustus 2021, kasus kematian di Tingkat Nasional yang dilaporkan pemerintah yaitu 46.174 jiwa.
Sementara itu, secara kumulatif, jumlah kasus kematian hingga 14 Agustus 2021 yaitu 116.366 jiwa setelah ada penambahan 1.270 kasus kematian pada kemarin.
Sebagai perbandingan, data perkembangan Covid-19 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, kematian akibat Covid-19 di Indonesia pada 13 Agustus 2021 merupakan yang tertinggi di dunia. Kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia yaitu 1.432 jiwa pada Jumat (13/8/2021).
Kemudian, disusul Brasil dengan 975 kematian, Rusia dengan 815 kematian, Meksiko dengan 727 kematian, dan Amerika Serikat dengan 620 kematian.
Menurut ahli epidemiologi Indonesia di Griffith University Dicky Budiman, kematian akibat Covid-19 merupakan cerminan dari adanya persoalan sejak di Level Hulu hingga Hilir.
Di tingkat Hulu, risiko kematian akan meningkat seiring dengan kegagalan tes dan lacak yang menyebabkan kasus membesar dan keterlambatan isolasi atau perawatan.
Dicky menambahkan, di tingkat Hilir, hal ini juga bisa terjadi karena masalah di dalam perawatan, termasuk keterbatasan Obat-obatan, Oksigen, dan Tenaga Kesehatan (Nakes).
Salah satu yang khas untuk Covid-19 adalah tingginya kebutuhan Oksigen dan risiko kematian pasien akan membesar jika terlambat pasokannya. (Ratu-001)