Foto: Ilustrasi
jejakkasus.co.id, CIREBON – Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama Eselon II atau selevel Kepala Dinas yang digelar Pemprov Sumsel awal tahun ini menuai sorotan dan disoal berbagai pihak.
Dari enam jabatan yang dibuka, saat ini panitia seleksi disebut telah mengantongi mereka yang akan menjabat. Akan tetapi, nama itu tak kunjung diumumkan.
Seperti yang telah diulas sebelumnya, banyak yang mempertanyakan, bahkan curiga dengan proses seleksi yang digelar oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sumsel ini. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan.
Menurutnya, ada beberapa hal yang patut dipertanyakan dalam proses ini, dimulai dari persyaratan umum yang dicantumkan dalam pengumuman. Pertama, di poin persyaratan umum tersebut, pada poin empat disebutkan kalau peserta harus memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas terkait dengan jabatan yang diduduki secara kumulatif paling kurang selama lima tahun.
Lalu pada poin nomor 16 yang menyebutkan bahwa setiap peserta hanya dapat melamar pada 1 (satu) jabatan yang dilamar.
“Dari nama yang muncul, ada yang masa jabatannya dalam lingkup kerja yang serumpun tidak sampai lima tahun. Lebih parah lagi, peserta seleksi kepala dinas ini melamar di lebih dari satu jabatan. Artinya memang cari kesempatan, bukan murni sesuai kompetensi,” jelas Feri.
Dikutip dari Berita RMOLSumsel yang juga melakukan penelusuran, akhirnya menemukan setidaknya sembilan nama peserta seleksi yang mendaftar dan lolos seleksi administrasi di lebih dari satu jabatan.
Ditambahkan Feri, proses seleksi juga terkesan tidak transparan karena tidak diumumkan ke publik, mulai dari seleksi administrasi, assesment manajerial, pemaparan makalah mengenai tugas dan fungsi, sampai wawancara yang disinyalir tidak melibatkan akademisi yang kompeten melakukan seleksi seperti yang seharusnya dilakukan.
Apalagi, menurut Feri internal Pemprov Sumsel sendiri seperti BPSDM yang punya kompetensi untuk melakukan seleksi, tidak dilibatkan. BKD Provinsi Sumsel, lanjut Feri, lebih memilih menggandeng Polda Sumsel untuk tes assesment calon Kepala Dinas ini.
“Tahapan seleksi ini, dari yang kami amati terkesan memang sudah dipilih siapa yang akan lolos menjadi Kepala Dinas. Hal inilah yang menjadi masalah di Pemprov Sumsel selama ini, jabatan politis,” tegas Feri.
Oleh sebab itulah, Feri menyebut kompetensi BKD Sumsel dalam proses seleksi ini harus dipertanyakan. Sebab, sepengetahuannya, tes assesment menggunakan bantuan komputer (Computer Assisted Testing) akan langsung muncul nilainya, bukan tiga hari seperti yang terjadi dalam proses ini.
“Pj Gubernur bertanggung jawab karena tidak memilih institusi yang kompeten dalam proses seleksi ini. Inilah yang harus dipertanyakan. Jangan sampai mereka yang terpilih ini tugasnya melayani pimpinan, karena mereka berkewajiban melayani masyarakat,” ungkapnya.
Proses seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama yang saat ini sedang berlangsung di Pemprov Sumsel dapat diulang apabila terjadi pelanggaran di dalam tahapan. Hal ini diungkapkan langsung Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Febrian saat dibincangi Kantor Berita RMOL Sumsel.
“Bisa diulang itu. Jangankan diulang, sudah dinyatakan lolos namun tidak dilantik juga bisa,” kata Febrian.
Dia mengatakan, persyaratan pejabat yang ikut maupun tahapan mekanisme lelang jabatan telah diatur oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komite ASN.
Tertuang dalam UU No.20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Dalam aturan tersebut, peserta setidaknya akan melewati tiga tahapan. Yakni persyaratan administrasi yang menyangkut tentang portofolio peserta. Misal telah mengikuti diklat atau sebagainya. Kedua tes asesmen, pembuatan karya tulis dan terakhir wawancara.
“Satu portofolio dan dua asesmen ini nanti dijumlahkan oleh panitia seleksi (Pansel). Ketiganya punya persentase penilaian berbeda. Baru nantinya dihasilkan tiga nama yang akan diajukan ke Gubernur untuk dipilih,” ungkapnya.
Di sisi panitia seleksi (Pansel), menurutnya harus terdiri dari orang yang independen. Biasanya komponennya mulai dari tokoh masyarakat, akademisi dan perwakilan dari Pemprov sendiri.
“Untuk jabatan-jabatan tertentu, biasanya pansel juga diambil dari instansi kementerian. Misalnya, jabatan Kepala Inspektorat itu salah satu panselnya biasanya direktur atau dirjen kementerian,” terangnya.
Febrian menuturkan, biasanya Unsri kerap dilibatkan dalam proses seleksi jabatan atau yang kerap juga dikenal dengan istilah lelang jabatan di lingkungan Pemprov Sumsel. Namun, kali ini tidak ada.
“Biasanya itu dilibatkan. Tapi tahun ini tidak sama sekali,” ucapnya.
Meski demikian, dia tetap mendorong Pemprov Sumsel untuk memenuhi unsur tata kelola pemerintahan yang baik seperti transparansi dan kejujuran serta berdasarkan asas hukum dalam melaksanakan proses lelang jabatan ini.
“Sehingga tidak menimbulkan pertanyaan di masyarakat seperti sekarang ini. Sebab, jabatan tinggi pratama ini nantinya akan membantu sekda dan Gubernur dalam melaksanakan pembangunan di provinsi. Jadi memang logikanya jangan mendapat kepala dinas yang tidak kompeten ataupun bertentangan dengan kepala daerahnya,” bebernya.
Tuntutan transparansi atau keterbukaan dalam proses seleksi JPT Pratama di Pemprov Sumsel yang kini tengah berlangsung ini juga menjadi sorotan sejumlah anggota DPRD Sumsel dari berbagai fraksi.
Seperti anggota Komisi I DPRD Sumsel, Toyeb Rakembang yang berharap seleksi tersebut dapat berlangsung secara transparan. Sehingga, masyarakat umum juga dapat ikut menilai soal calon-calon pejabat yang ikut seleksi.
“Yang diterima itu harus punya kapabilitas dan kapasitas, jangan karena hanya unsur kedekatan dan segala macam, itu harapannya,” kata politisi PAN ini.
Menurutnya, Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni punya peran untuk mengawal proses tersebut bisa berlangsung secara transparan serta memenuhi asas hukum yang berlaku. Terlebih lagi, kata Toyeb, Agus merupakan pejabat di Kementerian Dalam Negeri yang tentunya memiliki pemahaman lebih mengenai proses lelang ini.
“Saya rasa Pj Gubernur saat ini harus menunjukkan perannya dalam proses seleksi. Kalau memang ada kesalahan administrasi maupun persyaratan yang dilanggar, sebaiknya bisa segera diluruskan, atau dibatalkan dan diulang kembali bila perlu,” ucapnya.
Sekretaris Komisi I DPRD Sumsel, Chairul S Matdiah mengharapkan agar tahapan lelang jabatan berlangsung dengan baik sesuai dengan aturan dan jadwal waktu yang ditentukan.
“Kalau memang hasilnya diumumkan pada tanggal apa, langsung diumumkan saja. Jangan ada penundaan,” ungkapnya.
Justru dengan melakukan penundaan, dapat menimbulkan tanda tanya di seluruh kalangan.
“Kalau sudah terjadi seleksi, deadline-nya ada segera saja diumumkan. Jangan ditunda lagi,” ucapnya.
Begitu pun yang diungkap Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Sumsel, David Hardianto Aljufri. Dia berharap dalam seleksi tersebut jangan sampai ada indikasi kecurangan maupun praktik pelanggaran aturan.
“Jangan sampai ini nanti dianggap sudah diatur melalui pesanan, kami dari lembaga dewan minta transparansinya,” tegasnya.
Jurnalis: Tim Biro Sumsel
Redaksi | © Jejak Kasus | Editor: Fauzy