Jawa Barat: Wabup Ayu : Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perlu Perlindungan Khusus

jejakkasus.co.id, CIREBON – Wakil Bupati (Wabup) Cirebon Hj. Wahyu Tjiptaningsih, S.E., M.Si., menghadiri kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholder terkait Layanan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak bertempat di Ruang Paseban, Setda Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Rabu (20/9/2023).

Menurut Ayu sapaan akrabnya mengungkapkan, kegiatan ini merupakan bukti konsistensi partisipasi dalam Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Cirebon.

Ayu mengungkapkan, berdasarkan Pencatatan dan Pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) di Kabupaten Cirebon pada Tahun 2022, sebanyak 101 korban kekerasan, dan dari Bulan Januari-Agustus Tahun 2023 sebanyak 79 korban.

“Seiring dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap Perempuan dan Anak cukup mengkhawatirkan, maka diperlukan bentuk layanan yang Cekatan (Cepat, Akurat, Komprehensif dan Terintegrasi) serta menggunakan pendekatan dan berorientasi pada pemenuhan Hak-hak Perempuan dan Anak korban kekerasan atas pelayanan yang harus diberikan oleh Negara sesuai enam fungsi layanan pada Permen PPA Nomor 2 Tahun 2022,” kata Ayu.

Ayu mengatakan, dalam upaya Peningkatan Pelayanan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Cirebon, memerlukan perlindungan khusus serta mengupayakan dilaksanakannya Sinergi dan Koordinasi antar Lintas Sektoral.

Lanjut Ayu, hal ini dilaksanakan guna memenuhi kebutuhan korban mendapatkan layanan yang komprehensif, baik perlindungan, mengakses keadilan melalui penegakan hukum, hingga bisa pulih kembali.

“Perlu Koordinasi Lintas Sektoral baik dari Kepolisian, Jaksa, Hakim dan juga Dinas Pengampu Urusan Perempuan dan Anak. Maka perlu berkoordinasi untuk dapat menyamakan persepsi dan saling membantu jika mengalami kesulitan dalam penanganan kasus,” kata Ayu.

Ayu mengajak untuk selalu memperkuat sistem penanganan dari Hulu ke Hilir dengan mengkampanyekan Dare To Speak Up, agar para korban kekerasan berani untuk melaporkan segala bentuk kekerasan yang dialami, maupun yang dilihat demi mewujudkan kondisi Zero Telorance Against Violence pada Tahun 2030.

Pemkab Cirebon sudah menerbitkan beberapa kebijakan terkait Pelayanan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, di antaranya Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Kemudian Perbup Nomor 59 Tahun 2009 tentang Pembentukan P2TP2A Kabupaten Cirebon.

Selanjutnya, Perbup Nomor 34 Tahun 2007 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan Perempuan dan Anak di Kabupaten Cirebon,
Perbup Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak.

“Kemudian, Keputusan Bupati Cirebon Nomor 463 /Kep.1238-dp2kbp3a/2017 tentang Susunan Keanggotaan Tim Gugus Tugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumber Kasih Sayang Kabupaten Cirebon,” kata Ayu.

“Keputusan Bupati Cirebon Nomor 463kep.1196-dppkbp3a/2017 tentang Pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kabupaten Cirebon. Keputusan Bupati Cirebon Nomor 479.3/kep.496-kesra/ 2020 tentang Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Cirebon Periode 2020-2025. Dan masih banyak lagi,”ujar Ayu.

Ayu menambahkan, dengan adanya kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholder terkait layanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cirebon ini, diharapkan memperkuat Koordinasi antar pemangku kebijakan dan acuan dalam pemetaan dukungan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus mendorong penguatan program dan kebijakan dalam upaya penanganan yang komprehensif penanganan kekerasan di Kabupaten Cirebon.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan pada Kementerian PPPA RI Eni Widiyanti mengatakan, dari 8,2 juta Perempuan yang menjadi korban kekerasan, ternyata yang melapor hanya 11 ribu.

Ini berdasarkan data seluruh Indonesia. Artinya, ini menjadi bentuk keprihatinan semua, supaya kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah.

“73 persen kekerasan itu terjadi di rumah, yakni KDRT. 56 persen Pelakunya adalah Suami. Istri ada, tapi sedikit,” kata Eni.

Lanjutnya, Kementerian mempunya 6 Fungsi Layanan, di antaranya pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi dan pendampingan korban.

“Oleh karen itu, semua harus bergandengan untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan,” pungkasnya. (H. Indang/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *