Jawa Barat: Kembali, Ratusan Warga Geruduk PLTU 2 Cirebon Tuntut Hak Kepemilikan Tanah Adat yang Belum Dibayar

Foto: Warga Desa Kanci melakukan aksi unjuk rasa di depan PLTU 2 Cirebon, Jawa Barat (dok. Jejak Kasus).


jejakkasus.co.id., CIREBON – Kembali, ratusan warga Desa Kanci menggelar aksi unjuk rasa menuntut hak atas tanah adat yang belum dibebaskan pihak PLTU 2 Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (22/08/2023).

Pada aksi tersebut, warga didampingi LSM dan Ormas kembali mendatangi PLTU 2 Cirebon, setelah sebelumnya warga juga melakukan aksi unjuk rasa didepan Kantor ATR/BPN Kabupaten Cirebon.

Dalam orasinya, warga Desa Kanci menuntut pihak PLTU 2 Cirebon untuk mengembalikan hak masyarakat kecil yang tanahnya saat ini digunakan oleh PLTU 2.

“Jangan sampai berdirinya PLTU 2 Cirebon ini membuat kesengsaraan, penderitaan masyarakat yang berada di sekitar PLTU. Kami hanya menutut hak atas tanah adat yang telah dikelola secara turun menurun oleh leluhur,” ujarnya.

“Ini hak kami masyarakat Kanci yang sudah 56 tahun sampai sekarang hak dirampas dan dirampok yang mengakibatkan masyarakat menderita. Tolong camkan ini,” tegasnya.

Aksi tersebut mendapat respon dari PLTU 2 Cirebon dengan melakukan audiensi antara PT. Cirebon Energi Prasarana dengan perwakilan warga masyarakat Desa Kanci serta pemilik tanah adat.

Dalam audiensi tersebut, warga didampingi kuasa hukumnya Andi Agus Salim, S.H., M.H., menyampaikan beberapa tuntutannya kepada Manajemen PT. Cirebon Energi Prasarana diantaranya:

Kesepakatan antara PT. Cirebon Energi Prasarana dengan Pemilik tanah adat pada Juli 2016 lalu, yang mana tanah bukan dalam penguasaan orang lain atau milik orang lain dan atau milik LHK, maka Cirebon Power bersedia membeli dan melakukan pembebasan lahan.

“Harapan yang menjadi tuntutan yaitu pemilik tanah adat menuntut sewa lahan selama 2016 sampai dengan hari ini. Kami tekankan kepada PT. Cirebon Energi Prasarana agar menghormati dan mentaati undang-undang yang berlaku terutama Agraria,” tegas Agus Salim, S.H., M.H.

Lanjut Kuasa Hukum Andi Agus Salim mengatakan, kita meminta permasalahan ini tidak terus berlarut dan penegasan, pengakuan tanah milik adat tentunya pembebasan dengan ganti rugi yang layak sesuai undang-undang yang berlaku.

Sementara M. Hayat selaku koordinator aksi mengatakan, kita akan terus menyampaikan dan menuntut hak dari warga masyarakat pemilik tanah adat.

“Harapan kami PT. Cirebon Energi Prasarana merespon atas apa yang disampaikan masyarakat. Apabila tidak, maka kami akan melakukan aksi yang jauh lebih besar, sebab kami menuntut apa yang menjadi hak kami,” tutur M. Hayat kepada jurnalis jejakkasus.co.id.

Untuk diketahui, sejak awal pembangunan proyek PLTU 2 Cirebon, masyarakat pemilik tanah adat meminta agar proyek tidak dilanjutkan dan menyelesaikan proses pembebasan lahan terlebih dahulu karena melanggar Perda No. 17 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2011-2031.

Namun, Proyek PLTU 2 Cirebon tetap berjalan diduga ada tangan besi oknum pejabat pemerintah Kabupaten Cirebon dan pihak KLHK yang tetap memaksakan diri mengesampingkan kepemilikan tanah masyarakat adat.

Kemudian, pada bulan Juli 2016 telah lahir Surat Kesepakatan Bersama antara para Pemilik Tanah adat dengan Pihak PT. Cirebon Energi Prasarana diwakili oleh Heru Dewanto sebagai Presiden Direktur, Bahwa Pihak Pertama (PT. Cirebon Energi Prasarana) sepakat akan membeli tanah warga berikut bangunan diatasnya dari pihak kedua yang termasuk didalam area proyek PLTU milik pihak pertama dan diluar kepemilikan KLHK atau pihak ketiga manapun dengan harga yang disepakati bersama sesuai harga pasar.

Pembebasan tanah harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini, dan tiap 3 (tiga) bulan dilaporkan perkembangannya kepada Gubenur Kepala Daerah tingkat I Jawa Barat melalui Kepala Direktorat Agraria.

Pewarta: Fauzy Rasidi

Editor: FR
©JEJAK KASUS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *