Jawa Barat: Dinkes Kabupaten Cirebon Dukung Honorer Nakes Masuk PPPK

jejakkasus.co.id, CIREBON – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon sangat mendukung para Tenaga Kesehatan (Nakes) Honorer di dinasnya untuk bisa masuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Bahkan, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon juga terus berupaya agar formasi PPPK untuk para Honorer Nakes itu bisa ditambahkan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon dr. Hj. Neneng Hasanah menanggapi desakan Honorer Nakes yang menginginkan kuota PPPK Nakes ditambah. Pada dasarnya, pihaknya sangat mendukung dan mengupayakan itu.

“Kita punya Tenaga Honorer itu sekitar 1.800 an, mudah-mudahan formasi untuk Nakes di Kabupaten Cirebon bisa ditambah,” kata Neneng usai menghadiri pencanangan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Selasa (9/8/2022).

Menurut Neneng, selama ini pihaknya selalu mengusulkan adanya penambahan kuota tersebut dengan formasi sesuai dengan Analisis Beban Kerja (ABK).

Neneng menyebut, kuota PPPK pada awalnya mendapat 58, kemudian ada tambahan 14 kuota.

“Karena sebenarnya yang menjadi berat PPPK ini penggajiannya, itu dari APBD. Kita berdoa saja mudahan-mudahan bisa terakomodir,” kata Neneng.

Sementara, terkait insentif, Neneng juga menginginkan agar semua Nakes bisa mendapatkan haknya. Namun, tentu harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada.

Pasalnya, saat ini kondisi semua Puskesmas sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Hal itu tentu akan berkaitan erat dengan renumerasi para Nakes.

“Mudah-mudahan yang mereka inginkan bisa mendapatkan haknya sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Nanti diakomodirnya itu di dalam renumerasi jasa pelayanan,” terang Neneng.

Selain itu, juga karena adanya perubahan Perbup akibat adanya perubahan pada kegiatan vaksinasi Covid-19 yang biasa disebut tahapan vaksinasi.

“Dulu ada yang dikatakan tahapan vaksinasi, sekarang tahapannya sudah tidak ada lagi, jadi dari sisi aturan, memang harus diubah dulu,” terang Neneng.

Bukan hanya itu, proses tersebut juga harus ada verifikasi terhadap 60 Puskesmas dan 2 Rumah Sakit.  Dan per hari ini (kemarin,-red) seluruh Puskesmas telah selesai melaksanakan verifikasi. Saat ini tinggal menunggu verifikasi dari 2 Rumah Sakit saja.

“Tapi, kalau kita menunggu dua Rumah Sakit yang belum verifikasi, kan jadinya makin lama. Yang sudah dibayarkan baru Rp 9 miliar,” kata Neneng.

Diberitakan sebelumnya, Forum Pejuang Honorer Nakes Indonesia Kabupaten Cirebon itu adalah meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon untuk dapat menambah jumlah formasi PPPK serta menuntut pencairan dana insentif yang tak kunjung cair.

Ketua Forum Pejuang Honorer Nakes Indonesia Kabupaten Cirebon Sarniti mengatakan, pada seleksi PPPK tahun ini, formasi untuk Tenaga Kesehatan hanya 56 formasi. Sementara, jumlah Tenaga Honorer Nakes di Kabupaten Cirebon mencapai 1.510 orang.

“Kami ingin disamakan dengan kuota Guru. Masa, Guru 4000 bisa, kita yang 1500 tidak bisa,” kata Sarniti.

Sarniti mengungkapkan, pendidikan dan kesehatan ini salah satu indikator IPM. Apalagi, IPM di Kabupaten Cirebon masih sangat rendah.

Menurut Sarniti, pendidikan untuk menciptakan Generasi Emas Unggul, begitupun juga kesehatan. Jadi, apa susahnya untuk menambahkan kuota formasi untuk para Tenaga Kesehatan.

“Mereka di garda terdepan, taruhannya nyawa pada Covid-19 kemarin. Generasi Emas harus ditunjang dengan kesehatan,” ungkap Sarniti.

Dirinya dan rekan-rekan seprofesinya ingin sekali bertemu dan berdialog dengan Kepala Dinas Kesehatan, di antaranya adalah untuk menyampaikan aspirasi ini.

“Dengan dibuka ruang dialog mereka (Honorer Nakes) merasa diakui sebagai anak. Mudah-mudahan ini jadi pembuka agar Kadinkes mau berdialog,” ucap Sarniti.

Sarniti mengungkapkan, pihaknya dan rekan-rekan seprofesinya ingin sama sejahtera seperti yang lainnya.

Bayangkan, setiap bulan dirinya dan Tenaga Honorer kesehatan lainnya hanya mengandalkan pada upah pelayanan BPJS Kesehatan.

“Bayangkan saja, Tenaga Kesehatan saat ini hanya mendapatkan upah dari pelayanan BPJS dengan jumlah kurang dari Rp 1 juta per bulannya,” kata Sarniti.

Selain itu, pihaknya juga menuntut agar insentif yang telah dijanjikan agar segera direalisasikan. Besaran insentif itu Rp 300.000 per bulan selama satu tahun.

Insentif tersebut, dijanjikan lantaran para Tenaga Kesehatan sudah bekerja susah payah untuk menjadi garda depan dalam penanganan pandemi Covid-19.

“Kami bakal melakukan mogok kerja bila aspirasi tersebut tidak dikawal dan direalisasikan oleh Pemerintah Daerah. Bayangkan, pelayanan kesehatan bisa runtuh. Saya yakin itu, karena semua kebanyakan tugas dilaksanakan oleh Honorer di 60 Puskesmas, 1 Labkesda dan PSC. Di Puskesmas itu setengahnyaHonorer,” pungkasnya. (Hasan/Red)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *