jejakkasus.co.id, EMPAT LAWANG – Kontraktor Proyek APBD dinilai mengabaikan peran serta masyarakat selaku kontrol sosial, hal ini terjadi di Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), sehingga pekerjaan diduga tidak sesuai RAB, Senin (9/12/2024).
Sebagai bentuk wujud mendukung Empat Lawang MADANI, Kontraktor perlu melibatkan Kontrol Sosial dari masyarakat, LSM, juga Media sebagai Wahana Informasi Publik, sesuai amanat Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dari amanat Undang Undang tersebut, Media jejakkasus.co.id akan berupaya menyampaikan jalannya pekerjaan proyek tersebut kepada publik.
Dari penelusuran Awak Media di lapangan, banyak terdapat berbagai proyek di Empat Lawang dikerjakan terkesan tidak sesuai RAB dan tidak ada transparansi pada masyarakat dan publik.
Di antaranya Proyek Penanggulangan Banjir, Normalisasi Sungai, Tembok Penahan, Jalan Cor Beton, Pembukaan Badan Jalan diberbagai Kecamatan di Kabupaten Empat Lawang, contohnya di Kecamatan Tebing Tinggi, Muara Pinang, Lintang Kanan, Talang Padang, Ulumusi, dan di Kecamatan Pasmah Air Keruh (Paiker) ini semuanya Pemborong tidak memasang Papan Informasi Proyek.
Atas dukungan untuk membangun Empat Lawang MADANI, Awak Media berkomitmen akan menyampaikan jalannya Proyek tersebut pada Publik melalui Berita Online jejakkasus.co.id.
Salah satu Konsultan dari Provinsi Sumatera Selatan yang enggan disebutkan namanya mengatakan, untuk mendorong pembangunan di daerah, maka partisipasi publik dan transparansi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan.
“Partisipasi masyarakat adalah peran serta warga masyarakat untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,” jelasnya.
“Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pada Sektor Pembangunan sejauh ini masih rendah,” ungkapnya.
“Oleh karena itu, Fact sheet tentang transparansi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan disusun untuk mendukung bahan edukasi bagi komunitas dan publik secara umum dalam mendorong dialog kebijakan dan pengembangan akuntabilitas sosial, khususnya yang berkaitan dengan pendapatan Daerah yang diperoleh dari Sektor Perpajakan dan lain sebagainya,” tuturnya.
Menurutnya, hal ini merupakan rangkaian publikasi yang memberikan informasi terkait dengan partisipasi masyarakat telah diatur secara regulasi dari level Undang-Undang hingga Peraturan Daerah.
“Selain itu, Fact Sheet ini juga menginformasikan dinamika rendahnya partisipasi masyarakat, sekaligus memberikan solusi dalam mendorong peningkatan partisipasi masyarakat,” jelasnya.
“Partisipasi dalam rencana pembangunan Daerah merupakan hak bagi masyarakat. Sedangkan transparansi merupakan hak masyarakat dan kewajiban dari badan publik. Badan publik memiliki kewajiban dalam menjalankan ketentuan dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Melalui Undang-Undang KIP, dengan Keterbukaan Informasi Publik dapat mendorong peran aktif masyarakat untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik,” katanya.
“Selain itu, juga secara norma, partisipasi publik terbuka pada segala lapisan masyarakat. Masyarakat diberikan ruang untuk menyampaikan usulan, pendapat, dan kritik,” ujarnya.
Ia memaparkan, partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran, telah dijamin dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Diatur dalam Pasal 354, bahwa penyelenggaran Pemerintahan Daerah (Pemda) mendorong partisipasi masyarakat melalui membuka ruang transparansi tentang informasi Penyelenggaran Pemerintahan dan pengembangan kapasitas masyarakat melalui kelompok dan Organisasi Masyarakat untuk berperan aktif dalam Penyelenggaran Pemerintahan.
“Berdasarkan UU Pemda, partisipasi publik dapat dilakukan melalui konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan; dan/atau keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, dilakukan pada empat tahapan pembangunan, yaitu perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap perencanaan, masyarakat akan terlibat melalui musyawarah dan penyampaian aspirasi pada kegiatan Forum Musyawarah Pembangunan (Musrenbang) dari Tingkatan Desa hingga Kabupaten,” paparnya.
“Hasil Musrenbang akan dibawa pada pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan pembahasan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS). Pada tahap perencanaan, masyarakat dapat terlibat pada pembahasan KUA-PPAS hingga pengesahan APBD. Partisipasi publik dalam proses penganggaran akan mendorong akuntabilitas dalam pembahasan APBD,” terangnya.
Ia menegaskan, partisipasi masyarakat dalam pembahasan APBD, sejak dalam pembahasan Ketentuan Umum KUA-PPAS merupakan hal yang penting.
“Berdasarkan telaah selama ini, korupsi APBD dimulai dari pembahasan KUAPPAS. Pada tahap ini, terjadi pembahasan dan kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif. Apabila tidak dikawal secara komprehensif berpotensi akan menegasikan aspirasi masyarakat dan lebih mementingkan egosentris pemangku kebijakan. Partisipasi publik dalam pembahasan anggaran dapat melalui menghadiri rapat-rapat pembahasan APBD. Namun selama ini, banyak ditemukan fakta dalam pembahasan APBD, pelaksanaanya cenderung tertutup dari publik dan dilakukan secara singkat, sehingga tidak ada ruang bagi masyarakat untuk terlibat,” tegasnya.
“Pada tahap pelaksanaan anggaran, masyarakat terlibat sebagai Mitra Pemerintah, baik sebagai penerima manfaat atau sebagai mitra pembangunan. Sedangkan di tahap evaluasi dan pengawasan, masyarakat dapat ikut serta dalam mengawasi untuk memastikan kesesuaian antara jenis kegiatan, volume, kualitas pekerjaan, waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan, dan/atau spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan dengan rencana pembangunan daerah yang telah ditetapkan,” tambahnya.
“Kritikan yang disampaikan pada Publik hanya semata untuk membangun dan mengingatkan, agar pekerjaan ke depannya akan lebih baik lagi,” pungkasnya. (Sulman/Red)