SumSel : Asal Usul Adat Semende

MUARA ENIM- JK. H.Albar Sentosa Subari, SH., SU Ketua Pembina Adat SumSel/Peneliti Hukum Adat Indonesia, Marsal penghulu Kecamatan Muara Enim/pemerhati hukum Adat, Jumat (12/6/2020).

Istilah adab di masyarakat Semende bermakna khususnya kepada kepribadian yaitu sikap dan perilaku. Dimasyarakat Semende adab sangat dijaga di dalam pergaulan sehari-hari terutama pada pergaulan muda-mudi.

Dalam Hukum adat dikenal dan merupakan pedoman pokok dari moral masyarakat Semende yang disebut “Dik Be Adat di Campakkan, disisihkan orang (tidak ada tata krama sedikitpun) Dik Be adab (tidak ada sopan santun terhadap orang lain.

Yang bermakna bilamana seseorang itu kurang ber tata krama dapat berdampak tersingkir atau terkucil di dalam pergaulan masyarakat adat Semende bahkan bagi yang sudah berkeluarga dan kebetulan sebagai “tunggu tubang” bukan tidak mungkin disuruh pergi oleh para ahli jurai.

“Sedangkan makna dik be adab berarti berbuat tidak senonoh seperti buang angin, memukul istri atau anak di hadapan mertua, ini larangan keras dalam adat Semende dan juga menghardik keluarga pihak isteri atau suami.

Pepatah dan Petitih dalam hal ini dapat diwarisi dari Puyang pendiri Semende. Dalam hal ini masih di pegang teguh oleh masyarakat Semende sampai saat ini, Seperti berikut ini yang merupakan rukun adat Semende.
1. Besindat
2. Besundi
3. Besingkuh
4. Beganti
5. Betungguan
6. Bemalu
7. Benafsu
(karena tujuh sifat tersebut berawalan”Be” maka dapat dikatakan sifat tujuh – be tujuh).

1. Besindat bentuk tata krama dalam pergaulan selalu memegang adat keluhuran budi, terutama dalam bertutur kata, baik formal maupun pertemuan informal.

2. Besundi (beadab, bertata krama, dan tata tertib ) di dalam pergaulan ada batasan tertentu dalam bertindak terutama berbicara antara laki-laki dan perempuan.

Bila seseorang berbicara dengan mertua perempuan atau sebaliknya, antara saudara laki-laki dan saudara perempuan dan sebaliknya tidak boleh bergurau. Bahkan berjalan keluar rumah bagi wanita tanpa pendamping *muhrim dianggap tidak bersundi.

3.Besingkuh (tingkah laku berbicara tidak boleh sembarangan)  istilah ini bermakna atau bernuansa kejiwaan dan bagi pelanggar berakibat negatif.

Misalnya orang akan tersinggung bila dikatakan suatu perbuatan asusila baik kepada keluarganya maupun diri dia sendiri. Nilai moral dan keluhuran memang tertanam sejak nenek moyang.

4. Beganti (setia kawan) sejalan dengan bahasa umumnya dengan bermakna berganti, yakni sebenarnya dalam adat Semende tidak lepas dari adat be tungguan. Semakin besar dan luas pergaulan hidup semakin luas pula makna beganti dalam kehidupan masyarakat adat Semende.

5. Betungguan (mantab/tidak goyah tetap pendirian) suatu sifat yang berkait dengan moral. Oleh karena itu terkenal pameo, ” jangan be gunelah rete tengah tungguan”. Contoh dalam transaksi bila ada keluarga dekat yang berminat maka yang bersangkutan diutamakan dari yang lain.

Pepatahnya Beganti sanggup milu mati-betutul sanggup-milu lengit, teghendam same basah-ngerapung same keghing, tahan ditetak tahan dipancung, bughuk setak mati sepiak-tungguan jangan dilepaskan.

6. Bemalu, (sebagian dari imanh)  beriktiar jangan berbuat salah, (melanggar adat). Mulai kecil sudah diajari tau harus bemalu. Misal sebagai tunggu tubang merasa malu kalau harta tunggu tubang ditelantarkan.

7. Benafsu (Etos kerja/rajin bekerja), jiwa kepemimpinan untuk menegakkan adat istiadat sangatlah dijunjung tinggi oleh siapa saja. Tetutama yang menyandang tugas dan fungsi sebagai tunggu tubang. (Ans)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *