jejakkasus,co,id, BREBES – Setiap datang masa Kelulusan dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu diwarnai Isu Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah.
Meski sudah ada aturan yang mengatur soal Pungutan, Sumbangan dan Biaya Pendidikan, kenyataannya istilah Pungutan di Sekolah selalu menjadi Isu Sensitif yang memicu polemik.
Fakta di lapangan, ditemukan istilah Pungutan selalu diidentikkan dengan Pungli yang terkadang disamarkan dengan istilah Sumbangan.
Dasar Hukum Pungutan di Sekolah dilansir ombudsman.go.id, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peraturan yang mengatur tentang Pungutan di Sekolah melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar Negeri.
Pengertian Pungutan dalam Peraturan tersebut, adalah Penerimaan Biaya Pendidikan, baik berupa Uang dan/atau Barang/Jasa pada Satuan Pendidikan Dasar yang berasal dari Peserta Didik atau Orangtua/Wali Murid secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu Pemungutannya ditentukan oleh Satuan Pendidikan Dasar, Pendidikan Perseorangan atau Lembaga lainnya kepada Satuan Pendidikan Dasar yang bersifat Sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh Satuan Pendidikan Dasar, baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Seperti halnya yang terjadi di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Wilayah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), tepatnya di SDN Kubangwungu 02 yang beralamat di Jalan Ampel Desa Kubangwungu, Kecamatan Ketanggungan.
Beberapa Wali Murid mengeluhkan adanya Iuran berdalih Sedekah Jariyah yang mencapai Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per Siswa.
Hal itu disampaikan salah satu Orangtua Wali Murid yang enggan disebutkan namanya kepada awak media.
Menurutnya, Sekolah Negeri seharusnya bebas dari Pembayaran Tambahan, karena ditanggung oleh Pemerintah.
“Namun pada kenyataannya, Orangtua dibebani Uang Iuran sebesar Rp 500,000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Kelas 6, sementara Kelas 1 sampai Kelas 5 sebesar Rp 120,000,- (seratus dua puluh ribu rupiah) dibayar bisa dicicil sampai tiga kali. Besarnya Iuran dan jangka waktu sudah ditentukan, berarti ini sudah dikategorikan Pungutan, bukan Sumbangan lagi. Kalau Sumbangan nominalnya tidak harus ditentukan dan tidak ada batas waktunya,” jelas Orangtua Siswa kepada awak media.
Terkait adanya dugaan Pungutan tersebut, awak media berusaha konfirmasi, mendatangi ke SDN Kubangwungu 02 untuk meminta keterangan, namun Kepala Sekolah saat itu sedang berada di SDN Kubangwungu 01.
Dikarenakan Kepsek Mengampu di SDN Kubangwungu 01, akhirnya awak media menemui Kepsek di SDN Kubangwungu 01, Selasa (13/02/2024).
Saat dikonfirmasi, Kepala Sekolah Umi Marhamah, S.Pd., SD., enggan memberi keterangan terkait Pungutan tersebut, dikarenakan pihaknya tidak tahu menahu terkait Pungutan tersebut.
“Itu semua program dari Komite Sekolah, monggo media menanyakan langsung hal itu kepada Komite,” jelas Kepsek kepada awak media.
Sementara, Ketua Komite Sekolah SDN 02 Suwitno yang Notabennya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Kantor Kecamatan Ketanggungan selaku Staf Kasi Pemerintahan, saat ditemui awak media ditempat kerjanya, Selasa (13/02/2023) menjelaskan, awalnya pihak Sekolah menyampaikan ke Komite, bahwa bagaimana caranya untuk memajukan Sekolah, karena keadaan Drum Band yang dimiliki oleh SDN 02 sudah lama dan sudah tidak layak pakai, sudah berusia kurang lebih 15 tahunan, dan kalau mau pengadaan Drum Band yang baru dibutuhkan anggaran mencapai Rp 25 jutaan. Sedangkan Drum Band yang lama kalau mau ditukar dengan yang baru ada kekurangan Dana Rp 20 jutaan.
Lanjut Suwitno, karena Drum Band yang lama dihargai Rp 5 juta, akhirnya yang Rp 20 juta dibebankan kepada Orangtua Wali Murid, sebab pihak Sekolah kekurangan pendanaan walaupun Sekolah juga ada Dana BOS, apalagi jumlah Murid cuma sedikit, yakni kurang lebih 130 Siswa. Akhirnya pihak Komite mengadakan Rapat Orangtua Wali Murid Kelas 6, dan perwakilan dari Kelas 1 sampai Kelas 5 pada hari Sabtu (20/01/2024) dan sudah ada berita acaranya.
“Adapun hasil musyawarah tersebut menghasilkan Mufakat, di antaranya Siswa/Siswi Kelas 6 Bersedekah Jariyah senilai Rp 500.000,- dengan ketentuan untuk kenang-kenangan senilai Rp 450.000,-, Tasyakuran Akhirussanah Rp 25.000,-, dan Sampul Ijasah Rp 25.000,-. Pemberian Sedekah tersebut dicicil dari Bulan Januari sampai dengan Bulan Mei 2024,” terang Suwitno.
“Sedangkan Siswa Kelas 1 sampai dengan Kelas 5 Bersedekah Jariyah senilai RP 120.000,- dengan ketentuan untuk kenang-kenangan senilai Rp 100.000,-, dan Tasyakuran Akhirussanah Rp 20.000,- dengan ketentuan dicicil 4 kali sampai Bulan April 2024, dan surat pemberitahuan pun sudah dibagikan kepada Wali Murid,” jelas Suwitno.
Menurut Suwitno, pihaknya merasa dipojokan oleh pihak Sekolah. Pasalnya, pihak Sekolah kalau mengatakan kepada awak media tidak tahu menahu terkait program ini. Tidak masuk akal, dikarenakan program ini sebelumnya sudah di Musyawarahkan di Internal Komite dan pihak Sekolah. Bahkan, pembayaran juga ke Bendahara Sekolah.
Suwitno menambahkan, bahwa pihaknya sudah mengetahui adanya Orangtua Wali Murid yang merasa keberatan terkait Iuran tersebut, karena hal itu sempat dimunculkan di Media Sosial (Medsos) Facebook.
“Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang jelas melarang dengan tegas Komite Sekolah melakukan Pungutan, baik kepada Orangtua ataupun Murid, namun tetapi pihak Sekolah meminta Ketua Komite untuk membantu Sekolah,” pungkasnya. (Warsodik)