jejakkasus.co.id, PALEMBANG – Dalam persidangan dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) terungkap fakta yang mengejutkan bahwa penyidik tak pernah meminta keterangan (HD) mantan Gubernur Sumatera selatan (Sumsel) selaku Pengguna Anggaran (PA) dana hibah KONI Sumsel.
Anehnya dalam hal ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) malah menjawab bahwa mantan Gubernur Sumsel menjadi saksi dalam perkara lain.
Terungkap fakta sidang yang mengejutkan para ahli hukum dan pegiat anti korupsi menjadikan perkara dugaan korupsi ini terkesan terjadi dugaan praktek cherry picking dalam proses penyidikan.
Cherry picking jurisprudence pada hakikatnya mengarah pada tudingan sangat subjektif dalam membuat keputusan. Mirip seperti pemetik buah cherry, memilih-milih mana data atau informasi yang bisa diambilnya sebagai argumentasi yang sejalan keinginannya semula.
Cherry picking sangat berpotensi menjadi kesesatan bernalar (fallacy) apabila tindakan memilih-milih data/informasi tadi didasarkan pada iktikad untuk memenangkan salah satu pihak dalam perkara yang ditanganinya, padahal argumentasi tersebut tidak didukung oleh alat bukti yang kuat.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang terkesan tahu ada argumentasi lain yang lebih kuat, tetapi justru diabaikan yang diduga demi sikap keberpihakannya (untuk memenangkan salah satu pihak). Dalam situasi demikian, cherry picking fallacy merupakan pelanggaran kode etik yang serius.
“Kejati Sumsel harus mengambil sikap tegas bila mampu hadirkan mantan Gubernur Sumsel dalam agenda sidang KONI Sumsel dengan menerbitkan sprindik khusus terkait proses pemberian dana hibah,” ucap Koordinator K MAKI, Bony Balitong.
“Atau bila tidak mampu dan terkesan takut maka lebih baik angkat koper dari Sumatera selatan,” tegas Koordinator K MAKI itu menutup pendapatnya.
Jurnalis: Tim Biro Sumsel
Redaksi | © Jejak Kasus | Editor: Fauzy R.