jejakkasus.co.id, JAKARTA – Penetapan Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Periode 2021-2023 Marsekal Madya (Purn.) Henri Alfiandi sebagai Tersangka kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memicu Polemik antara KPK dan TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Dilansir ANTARA, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganggap hal tersebut terjadi karena adanya masalah koordinasi, dan Pemerintah akan melakukan evaluasi.
Sementara itu, dilansir dari KOMPAS.com, bahwa persoalan hukum yang menyeret Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi pun sampai ke Telinga Presiden Jokowi.
Polemik itu bermula setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 25 Juli 2023 lalu.
Saat itu Penyidik KPK yang sudah mengawasi, menangkap Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dan sejumlah pihak Swasta.
Menurut laporan, Penyidik KPK menemukan uang lebih dari Rp 900 juta di Bagasi Mobil Afri.diduga sebagai suap.
Setelah itu, orang-orang yang ditangkap dalam OTT digelandang ke Kantor KPK. KPK juga sempat mereka mengundang Penyidik Puspom TNI dalam gelar perkara (ekspos) usai OTT.
Dalam ekspos itu disepakati, terdapat bukti yang cukup atas dugaan suap dan penanganan terhadap Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI.
Henri dan Afri diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
Akan tetapi, Puspom TNI menyatakan, KPK melampaui prosedur karena Henri dan Afri adalah Perwira Aktif, dan yang bisa menetapkan status hukum keduanya adalah Penyidik Polisi Militer.
KPK lantas meminta maaf dan mengaku khilaf dengan menyatakan Henri dan Afri sebagai Tersangka dan menyerahkan penanganan keduanya kepada Puspom TNI.
Saat ini KPK menetapkan 3 pihak Swasta sebagai Tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Sikap TNI yang meminta supaya perkara dugaan suap Henri dan Afri ditangani Puspom menimbulkan Polemik.
Sebab, TNI tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Maka dari itu, mereka menyatakan pengusutan dugaan suap Henri dan Afri ada di tangan Penyidik Puspom TNI, dan yang berhak mengadili adalah Pengadilan Militer.
Solusi Jokowi
Presiden Jokowi lantas ikut menyampaikan pendapat terkait Polemik yang menyangkut Henri dan Afri.
Menurut Jokowi, dalam persoalan itu harus ada koordinasi antarlembaga yang menjalankan tugasnya sesuai wewenang yang dimiliki.
“Menurut saya, masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan,” kata Jokowi seusai meresmikan sodetan Sungai Ciliwung-Kanal Banjir Timur di Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).
Jokowi berpandangan, Polemik tidak akan muncul jika ada koordinasi di antara dua Lembaga tersebut.
“Sudah, kalau itu dilakukan (koordinasi), rampung,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Jokowi juga berjanji akan mengevaluasi penempatan Perwira Tinggi di Lembaga Sipil buntut kasus di Basarnas tersebut.
Jokowi mengatakan, evalusi secara menyeluruh akan dilakukan agar tidak ada lagi praktik penyelewengan dan korupsi di Lembaga-lembaga Strategis.
“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu (penempatan Perwira Tinggi TNI di Lembaga Sipil),” kata mantan Wali Kota Solo tersebut.
Jokowi mengatakan, evalusi secara menyeluruh akan dilakukan agar tidak ada lagi praktik penyelewengan dan korupsi di Lembaga-lembaga Strategis.
“Semuanya (akan dievaluasi), karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi,” pungkasnya. (Tim)