jejakkasus.co.id, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan paparan tentang arah kebijakan Pemerintah pada 2023 dan perkembangan ekonomi terkini, bahwa saat ini terdapat setidaknya 60 Negara yang mengalami kesulitan utang akibat tekanan bertubi-tubi, dan jika kondisi ini semakin buruk, berisiko menimbulkan Krisis Ekonomi.
Meski demikian, dari setidaknya 60 Negara secara tersirat, tidak tercantum Indonesia dalam daftar yang ditampilkan.
Hal itu disampaikan Menkeu Sri Mulyani saat wawancara dengan Redaksi Bisnis Indonesia di Jakarta, Selasa (25/10/2022).
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai, bahwa saat ini terdapat setidaknya 60 Negara yang mengalami kesulitan utang akibat tekanan bertubi-tubi, dan jika kondisi ini semakin buruk, berisiko menimbulkan Krisis Ekonomi.
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, bahwa perekonomian Global mengalami berbagai tekanan besar dalam beberapa waktu terakhir.
Pada 2019, Perang Dagang antara China dan Amerika Serikat mulai memberikan guncangan bagi Pasar Internasional, yang kemudian semakin buruk saat pandemi Covid-19.
Tidak selesai di sana, terjadi serangan Rusia ke Ukraina yang menyebabkan Krisis Pangan, Energi, dan Ekonomi. Imbasnya, harga Pangan dan Energi melonjak, serta terjadi kenaikan Inflasi secara Global.
Menurut Menkeu Sri Mulyani, berbagai tekanan yang bertubi-tubi itu membuat banyak Negara yang rentan saat pandemi Covid-19 menjadi lebih sulit. Mereka yang terjerat utang untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, kini menghadapi tantangan yang lebih besar.
“Saat ini, ada lebih dari 60 Negara yang diperkirakan dalam situasi debt distress, atau kondisi keuangan dan utangnya dalam kondisi distress, yang kemudian bisa memicu Krisis Utang maupun Krisis Keuangan, atau Krisis Ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam gelaran Leaders Talk Series PLN dilansir Bisnis.com, Rabu (26/10/2022).
Menurut Menkeu Sri Mulyani, Krisis Ekonomi dalam kondisi Ekstrem bisa menimbulkan ketegangan di masyarakat.
Menkeu Sri Mulyani mencontohkan, apa yang terjadi di Sri Lanka, ketika pemerintah gagal mengelola perekonomian dan sehingga Negara itu dinyatakan bangkrut.
Pada Kuartal II/2022, Sri Lanka mengalami pertumbuhan ekonomi negatif 8,4 persen. Negara itu mengalami Pemadaman Listrik selama berbulan-bulan, kekurangan pasokan makanan dan bahan bakar, serta gagal membayar utang Luar Negeri, sehingga tak heran jika ekonominya tumbang.
“Ekstremnya, seperti Bapak Ibu mungkin lihat apa yang terjadi di Sri Lanka, kejadian Krisis Politik, Sosial, Ekonomi yang kompleks. Situasi ini yang sekarang harus kita semuanya kelola,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Ekonomi Indonesia sendiri berada dalam kondisi yang baik dengan fundamental yang kuat, tercermin dari target pertumbuhan ekonomi 2022 di 5,2 persen.
Namun, Menkeu Sri Mulyani tetap mengingatkan, bahwa Indonesia perlu waspada terhadap dampak dari perlambatan Ekonomi Global. (Tim)