jejakkasus.co.id, CIREBON – Penanganan kasus dugaan korupsi penjualan Pompa Air Riol dinilai berbagai pihak berjalan sangat lambat, dari sejak penetapan Tersangka pada Bulan April 2022, hingga kini belum ada proses Persidangan, sehinggga Kuasa Hukum Lolok menilai diduga ada indikasi Illegal Corruption dan melaporkannya ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Beberapa kali alasan dari pihak Kejaksaan, masih dalam proses Penyidikan dan mengumpulkan bukti-bukti lainnya. Bahkan, dalam penetapan Tersangka oleh pihak Kejaksaan Negeri Cirebon (Kejari) dinilai oleh salah satu Kuasa Hukum Tersangka Erdi Djati Soemantri diduga tidak sah.
Erdi mengatakan, pihaknya diberi kuasa oleh keluarga Lolok Tivianto untuk mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Kota Cirebon.
Gugataan Praperadilan pertama ditolak, yang kedua masih dalam proses dan putusannya akan dibacakan, Selasa (27/9/2022) besok.
Untuk diketahui, Lolok masih ditahan oleh Kejari Kota Cirebon di Rutan Klas I Cirebon. Lolok adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan jabatan Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) pada Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Cirebon.
Lanjut Erdi, pihaknya tengah melengkapi berbagai dokumen yang diperlukan guna mendukung proses Pelaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi III DPR RI.
Pasalnya, pihaknya mengindikasikan adanya illegal corruption pada penanganan kasus dugaan korupsi penjualan Pompa Air Riol. Artinya, adanya indikasi kepentingan lain dibalik proses penetapan hukum. Seharusnya, aturan yang diterapkan itu aturan A, tapi coba disimpangi dengan maksud-maksud tertentu.
“Kami telah melapor ke KPK dan Komisi III DPR RI agar ditindaklanjuti. Karena adanya dugaan illegal coruption dalam kasus Riol ini,” ucapnya disebuah cafe di Jalan Wahidin Kota Cirebon, Senin (26/9/2022).
Pihaknya mempertanyakan bukti yang menjadi pijakan Kejari Kota Cirebon terkait penetapan Tersangka pada Lolok, juga meyakini, Lolok tidak terlibat dalam dugaan kasus korupsi tersebut. Bukti-bukti kuat akan dibeberkan pada persidangan nanti.
“Dalam penetapan Tersangkanya terkait dugaan penjualan aset eks Air Limbah PDAM tahun anggaran 2018 dan 2019. Kalau kita bicara penjualan ini, posisi Pak Lolok tidak ada atau belum di Bidang Barang Milik Daerah (BMD pada Badan Keuangan Daerah (BKD),” jelasnya.
Termasuk kata dia, penilaian ada tidaknya kerugian Negara dalam kasus ini dari Lembaga Negara yang resmi dan memiliki otoritas atas hal ini. Kemudian, dari Inspektorat Kota Cirebon juga menyatakan Nol Kerugian Negara.
“Kami melaporkan, apa kesalahan klien kami? Kalau klien kami melakukan korupsi, silahkan munculkan kerugian Negaranya. Kami mempertanyakan kerugian Rp 510 juta itu dari mana? Mana buktinya?” katanya.
Erdi membeberkan, dalam kepanitiaan penyerahan aset Pompa Air Limbah atau Riol, nama Lolok tidak tercantum.
“Dan nilainya seperti bukti yang disampaikan pihak Termohon, itu hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) angkanya Rp 21 miliar dan Pak Lolok tidak terlibat sama sekali,” sebutnya.
Erdi mengungkapkan, dalam surat perpanjangan masa Penahanan terhadap Lolok hanya berupa fotokopi.
“Surat perpanjangan penahanan pun hanya fotokopi. Kewajiban penegak hukum adalah memberikan tembusan, bukan fotokopi,” imbuhnya.
Ditempat yang sama, Kuasa Hukum Anton Tersangka lainnya dari pihak swasta, yakni Agus Prayoga menyampaikan, pihaknya juga akan mem-Praperadilankan Kejari Kota Cirebon atas penetapan Tersangka kliennya pada kasus dugaan korupsi Pompa Air Riol.
Agus mengakui, pihaknya kesulitan dalam mengumpulkan dokumen dan bukti lainnya. Pasalnya, Kuasa Hukum Anton, sebelumnya beberap kali ganti.
“Dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan hal yang serupa dengan Kuasa Hukum Pak Lolok, yakni mem-Praperadilankan Kejari Kota Cirebon,” pungkasnya. (Tim)